Survei: 68 Persen Perusahaan Menduga Serangan Siber Makin Gencar di 2022

Akbar Evandio
Senin, 27 Desember 2021 | 10:16 WIB
Ilustrasi serangan Malware/Antara
Ilustrasi serangan Malware/Antara
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kantor akuntan publik, RSM Indonesia menilai kesadaran terhadap keamanan data (data privacy) dan keamanan siber (cyber security) perlu untuk kian diterapkan oleh korporasi.

Penyebabnya, berdasarkan data milik Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada 2021 mencatatkan setidaknya sebanyak 994.581.569 kali telah terjadi serangan siber di Indonesia.

Adapun, serangan siber paling banyak terjadi pada Mei 2021 dan malware menjadi trafik tertinggi dari anomali serangan siber pada 2021.

Head of Consulting RSM Indonesia Angela Simatupang menjelaskan bahwa organisasi mau tidak mau harus mengakselerasi adopsi teknologi dan digital agar operasional bisa tetap berjalan.

Menurut Angela, pada 2022, terdapat dua risiko TI utama yang perlu diperhatikan, yaitu cyber risk dan data privacy risk.

Dia melanjutkan, apabila organisasi memiliki keamanan dan proses yang memadai serta didukung personil yang paham, maka hal tersebut dapat mengurangi eksposur atau dampak yang dihadapi bila organisasi terkena serangan siber.

Walaupun cyber insurance semakin marak, tetapi itu tidak dapat sepenuhnya mentransfer risiko, karena dampak dari serangan siber dan kebocoran data sangat besar terhadap reputasi dan kepercayaan organisasi, sehingga lebih penting untuk menguatkan dan terus memperbaiki proses dan memperkuat pengendalian.

Senior Manager Technology Risk Consulting Practice RSM Indonesia Erikman Pardamean melanjutkan, dari hasil survei yang telah dilakukan RSM Indonesia ke beberapa perusahaan, diprediksi 68 persen perusahaan merasa akan adanya serangan siber pada 2022.

“Sebesar 3 persen malware akan menjadi potensi cyber-attack terbesar di Indonesia, yang mengakibatkan 46 persen akan menutup kegiatan operasional dalam organisasi dan 29 persen lainnya akan merasakan financial loss,” tuturnya.

Dia memerinci, saat ini hanya 25 persen perusahaan yang sudah menggunakan cyber insurance, 57 persen perusahaan tidak menggunakan cyber insurance dan 18 persen lainnya tidak yakin dengan penggunaan cyber insurance.

Partner Technology Risk Consulting Practice RSM Indonesia Ponda Hidajat menambahkan bahwa pada 2022 mendatang diprediksi beberapa hal ini akan menjadi ancaman dalam bidang teknologi informasi. Seperti adanya cyber vulnerability, ransomware, tata kelola data dan teknologi informasi, transformasi digital, dan lain sebagainya.

“Untuk itu pentingnya bagi para pemimpin organisasi untuk sadar betapa pentingnya mengelola dan menanggulangi cyber-attack di masa mendatang,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Akbar Evandio
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper