Bisnis.com, JAKARTA – Spam berbasis panggilan telepon dinilai sulit untuk dibatasi. Berbeda dengan spam SMS yang mudah dilacak, panggilan suara merupakan hak seluruh pengguna ponsel ketika segala persyaratan aktivasi kartu prabayar atau pascabayar telah dipenuhi pengguna.
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi mengatakan secara karakter panggilan spam sulit dibatasi oleh operator, sepanjang pengguna telah memenuhi segala persyaratan untuk aktivasi kartu prabayar.
Pada dasarnya, spam singkatan dari Sending and Posting Advertisement in Mass. Dalam perkembangannya spam tidak hanya berbentuk pesan yang disebar secara masif, tetapi juga panggilan suara yang dikirimkan secara acak.
“Panggilan spam agak sulit diblokir, karena hak setiap orang untuk melakukan komunikasi jika telah memenuhi syarat registrasi misalnya,” kata Ridwan, Senin (20/12/2021).
Mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2009 -2015 itu menambahkan panggilan spam hanya bisa dikurangi dengan menjaga data supaya tidak terpublikasi di media sosial, yang saat ini hal itu sulit dilakukan.
Penyerahan data pengguna internet, termasuk nomor telepon, menjadi salah satu syarat jika ingin menggunakan media sosial tertentu.
Menurut Ridwan perlu ada perlindungan hukum yang memadai terhadap aplikasi-aplikasi yang meminta nomor ponsel.
“Makanya UU PDP harus segera disahkan,” kata Ridwan.
Sebelumnya, Global Spam Report 2021 menempatkan Indonesia di urutan ke-6 dari 20 negara yang paling banyak terdampak panggilan spam.
Jumlah panggilan spam di Indonesia pada Januari - Oktober 2021 meningkat 2 kali lipat dari 12,6 juta, naik menjadi 25,8 juta panggilan spam pada Oktober 2021.
True caller, platform untuk memverifikasi panggilan dan pesan yang tidak diinginkan, menyebut jutaan orang di indonesia berisiko menjadi korban penipuan akibat panggilan dan pesan spam.
CEO dan Co-Founder Truecaller Alan Mamedi mengatakan para penipu di Indonesia mengincar target dengan cara yang terukur dan tepat sasaran. Bahkan, dapat memperoleh informasi latar belakang keuangan korban.
“Data kami menunjukkan bahwa orang Indonesia menjadi target penipuan dengan makin tingginya tingkat teror komunikasi tidak diinginkan, menyebabkan jutaan pengguna smartphone di Indonesia berisiko menjadi korban penipuan,” kata Alan.