Perkotaan Padat Penduduk Lebih Ramah Lingkungan daripada Dipenuhi Gedung Pencakar Langit

Ayyubi Kholid Saifullah
Senin, 30 Agustus 2021 | 19:38 WIB
Sejumlah alat berat beroperasi dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (26/8/2021). Kementerian Keuangan melaporkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Juli mencapai Rp 336,9 triliun atau setara 2,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)./Antara
Sejumlah alat berat beroperasi dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (26/8/2021). Kementerian Keuangan melaporkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Juli mencapai Rp 336,9 triliun atau setara 2,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)./Antara
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Perkotaan yang padat pemukiman dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan kota yang dipenuhi dengan gedung pencakar langit, demikian menurut sebuah studi terbaru.

Sementara saat ini kota-kota besar umumnya memiliki gedung pencakar langit yang jumlahnya terus bertambah di setiap tahunnya

Kota-kota padat gedung tinggi ini, bertentangan dengan konsep urban sprawl. Bangunan tinggi juga merupakan salah satu penyumbang emisi lebih besar. Tinggal di kota seperti ini dapat menghemat energi, dibanding kehidupan pinggiran kota atau pedesaan yang tersebar

Sebuah studi baru mengatakan bahwa kepadatan kota dibutuhkan untuk membatasi peningkatan emisi gas rumah kaca.

Namun, tidak untuk kota yang memiliki gedung-gedung yang tinggi. Paris adalah negara terbaik dalam pembatasan karbon, karena memiliki kota dengan tingkatan gedung yang rendah, memanfaatkan lebih banyak lahan dibandingkan membangun pencakar langit dengan daya tampung yang sama.

“Futurisme arsitektur di mana bangunan telah digambarkan selama lima tahun terakhir benar-benar berfokus pada gedung pencakar langit yang memiliki pohon menggantung di atasnya, dan tampak sangat hijau,” ujar Jay Arehart, insinyur arsitektur University of Colorado Boulder serta rekan penulis laporan tersebut, yang diterbitkan minggu lalu di jurnal npj Urban Sustainability. "Tapi kenyataannya tidak." lanjutnya

Studi ini diperhitungkan melihat emisi yang dihasilkan dalam semua siklus lingkungan hidup di perkotaan. Fondasi yang sangat besar, dan kolom baja nantinya akan menyebabkan karbon yang lebih banyak.

Arehart beserta rekannya membandingkan siklus emisi dari berbagai lingkungan perkotaan dengan menganalisa sekitar 5.000 lingkungan dengan populasi dan lahan yang beragam.

Mereka membagi ke dalam empat tipologi perkotan yang berbeda, lingkungan padat yang rendah dan tinggi dengan tingkatan gedung yang rendah maupun tinggi. Itu dilakukan untuk memberikan gambaran bagaimana lingkungan tersebut berjalan secara realistis, model didasarkan pada data dunia nyata dari berbagai kota di Inggris dan Eropa, termasuk London, Berlin, Oslo, dan Wina.

Para peneliti mengamati jumlah orang yang dapat ditampung oleh setiap tipologi di sejumlah lahan tertentu, mereka menemukan bahwa kota-kota yang sangat padat dengan tingkatan gedung yang rendah rata-rata dapat mendukung lebih dari dua kali banyak orang daripada kota-kota dengan kepadatan tinggi juga tingkatan gedung yang tinggi.

Namjn, Arehart menjelaskan bahwa penelitian ini hanya fokus pada emisi bangunan saja, belum memperhitungkan faktor-faktor lainnya.

Maka dari itu diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkonfirmasi apakah kesimpulan yang ditarik oleh para peneliti itu, berlaku untuk populasi yang lebih tinggi lagi

Perdebatan ini bukanlah hal baru, "Pengambilan di sini seharusnya bukan karena gedung pencakar langit itu buruk,” katanya. “Tetapi pertimbangkan kembali mereka sebagai solusi untuk krisis iklim kita saat ini.” jelasnya lagi

Para ahli umumnya setuju bahwa urban sprawl yang tidak terkendali dapat merusak lingkungan.

Dampak negatif dari bangunan super tinggi memerlukan bahan yang lebih banyak dibanding struktur gedung yang lebih rendah.

“Kami menunjukkan contoh bagaimana Anda dapat menggunakan emisi gas rumah kaca untuk mengevaluasi kepadatan perkotaan,” kata Arehart. "Itu hanya satu bagian dari teka-teki." Pada akhirnya, sebuah kota harus dibangun tergantung pada faktor-faktor lingkungan dan sosial ekonomi, termasuk kebutuhan perumahan yang terjangkau serta upaya penghijauan lingkungan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper