Bisnis.com, JAKARTA – Rencana sejumlah unikorn berbasis dagang elektronik (e-commerce) di Indonesia untuk melantai di pasar modal Indonesia disinyalir akan berdampak terhadap kenyamanan konsumen.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura mengatakan skema Initial Public Offering (IPO) menjadi ajang unikorn untuk meraih kas masuk terhadap modal perusahaan yang selama ini didapatkan dari suntikan dana modal ventura.
Tesar meyakini ajang penyuntikan dana modal ventura terhadap unikorn mulai memudar sehingga untuk bisa bertahan perlu langkah efisiensi dengan melakukan merger, akuisisi, dan IPO.
“Namun, tantangan IPO secara pembukuan mereka belum sehat karena selama ini mereka memanjakan konsumen dengan konsep bakar duit. Sudah pasti ke depan kenyamanan konsumen akan mulai ditinggalkan oleh unikorn yang melantai di bursa untuk menghindari skema bakar duit dan fokus ke pendapatan untuk memperbaiki laporan keuangan,” katanya, Rabu (23/6/2021).
Setelah IPO, dia menjelaskan tantangan dan risiko tinggi lainnya akan menunggu lantaran publik telah melihat valuasi dan laporan keuangan perusahaan secara nyata sehingga unikorn yang baru melantai akan dipaksa menjadi perusahaan yang harus punya prioritas terhadap profit.
“Ini yang kemungkinan membuat gagalnya unikorn bertahan setelah melantai di bursa turut meningkat. Dari GoTo dan Bukalapak saya menilai yang terakhir ini yang punya risiko gagal lebih tinggi karena sejak 2 tahun terakhir keuangan mereka [Bukalapak] tidak terlihat bagus sehingga jika mereka tidak menemukan model bisnis untuk efisiensi yang tepat maka mereka akan kewalahan,” ujarnya.
Namun, dia mengatakan Bukalapak harus mengambil skema IPO terlebih dahulu dibandingkan Grup GoTo karena akan lebih menguntungkan jika pilihan tersebut dilakukan. Hal ini dikarenakan kepercayaan dan minat masyarakat untuk membeli saham perusahaan teknologi masih tinggi.
“Mereka [masyarakat] percaya untuk membeli saham mereka karena Bukalapak yang pertama. Nah, kalau Bukalapak sukses setelah melantai di bursa akan meningkatkan kepercayaan GoTo untuk melantai, tetapi jika gagal GoTo pasti akan mundur atau bahkan batal [melakukan IPO],” tuturnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan langkah IPO tidak akan membuat unikorn meninggalkan kenyamanan konsumen secara mendadak.
Dia mengamini perusahaan yang sudah IPO biasanya perlu berfokus pada keuntungan atau profitabilitas sehingga mungkin mengharuskan mereka untuk mulai menaikkan harga produk atau jasa.
“Namun, tidak sesederhana itu fitur yang menguntungkan konsumen tidak hanya keterjangkauan atau harga. Ada juga lainnya seperti pengalaman pengguna, kepuasan, fitur pilihan, dan lainnya. Itulah seninya. Jadi harus bisa balance,” katanya.
Eddi pun mengimbau platform e-commerce juga harus menggandeng pemain lain untuk membentuk ekosistem secara lebih luas atau menjadi super app.
“Misalnya gandeng logistik, pembayaran, dan lainnya sehingga konsumen bisa tetap diuntungkan karena pilihan dan layanan lebih lengkap,” ujarnya.
Sejumlah unikorn tengah dalam persiapan untuk melantai di pasar modal Indonesia. Bukalapak berencana melantai dengan target penghimpunan dana hingga US$800 juta atau sekitar Rp11,2 triliun. Per akhir 2020, valuasi Bukalapak diproyeksi berada di kisaran US$2,5 miliar-US$3 miliar.
Selain itu, unikorn lainnya yang gencar menyatakan rencana mereka untuk melantai di bursa tahun ini adalah Grup GoTo alias Gojek—Tokopedia. Adapun valuasi GoTo digadang-gadang mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp571 triliun.
Menurut catatan Bisnis, pendiri sekaligus CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengatakan perusahaan tengah mempersiapkan proses IPO dan menargetkan dapat melantai di bursa pada tahun ini.