Daerah Tertinggal Jadi Digital, Mimpi yang Kian Nyata

Leo Dwi Jatmiko
Kamis, 3 Juni 2021 | 11:13 WIB
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Bagikan

Bisnis.com, SOLO – Keinginan pemerintah untuk mendekatkan daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) dengan era transformasi digital semakin nyata usai sejumlah operator seluler siap terlibat dalam program Kerja Sama Operasi (KSO) untuk menghadirkan jaringan 4G.

Program tersebut akan memberikan harapan bagi masyarakat setempat untuk bisa merasakan nikmatnya berselancar di dunia maya menggunakan teknologi generasi keempat. Selain itu, bertujuan untuk mewujudkan pemerataan layanan digital yang lebih merata di seluruh wilayah Indonesia.

Salah satu operator seluler yang bersiap untuk menyediakan layanan 4G di wilayah 3T adalah PT Indosat Tbk. (ISAT).

“Indosat percaya dengan hadirnya layanan selular yang berkualitas hingga pelosok nusantara akan menjadi enabler transformasi digital Indonesia,” kata Senior Vice President Corporate Communications Indosat Steve Saerang kepada Bisnis.com, Kamis (3/6/2021).

Hal serupa juga disuarakan oleh PT Hutchison 3 Indonesia. Mereka telah menjalin komunikasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) soal hal ini.

“Tentu saja Tri pasti mendukung dan berpartisipasi. Kami juga sudah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk keberlangsungan program ini,” kata Wakil Direktur PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah.

Setali tiga uang, PT XL Axiata Tbk. telah menyiapkan 360 titik BTS USO di daerah 3T yang dikelola perusahaan di berbagai provinsi. Terbaru, emiten berkode EXCL ini telah mengoperasikan Jaringan USO di Musi Rawas, Sumatera Selatan dan Maluku Utara.

“XL Axiata selalu berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di berbagai wilayah di Indonesia termasuk di wilayah-wilayah 3T,” kata Group Head Corporate Communications XL Axiata Tri Wahyuningsih.

Ketertarikan yang sama untuk menyediakan layanan 4G juga dikatakan Presiden Direktur PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) Merza Fachys. "Harapannya agar lebih banyak masyarakat yang dapat menikmati layanan Smartfren yang 100 persen 4G hingga ke daerah 3T," katanya.

Sementara itu, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) pada 2020 terus memperkuat kolaborasi dengan Kemenkominfo di wilayah 3T untuk terhubung dengan jaringan 4G LTE. Komitmen kolaboratif tersebut dilakukan untuk mewujudkan pemerataan dan kesetaraan akses telekomunikasi broadband, di seluruh Indonesia.

Telkomsel bersama Bakti telah menggelar 1.111 BTS USO 4G LTE. Pengembangan teknologi jaringan tersebut juga menjadi bagian dari total lebih dari 233.000 BTS Telkomsel yang telah beroperasi melayani lebih dari 170 juta pelanggan di sekira 95 persen wilayah populasi di Indonesia.

Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Anang Latif mengatakan proses seleksi dalam program Kerja Sama Operasi (KSO) akan dilakukan secara akuntabel dan transparan. Tujuannya agar pemerintah mendapatkan mitra KSO yang andal serta kompeten.

Dalam skema KSO ini, Bakti bertanggung jawab melakukan pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur BTS 4G, termasuk di dalamnya menyediakan lahan.

Sementara itu, mitra operator seluler bertanggung jawab menyediakan layanan 4G kepada pelanggan, termasuk di dalamnya melakukan operasi dan pemeliharaan jaringan 4G secara keseluruhan.

Penyelenggaraan KSO tersebut memiliki dasar hukum pelaksanaan yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 129 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU), dan Peraturan Direktur Utama BAKTI Kominfo No. 8/2020 tentang Kerja Sama Operasional Pemanfaatan Aset BAKTI Kominfo dan Aset Pihak Lain di Lingkungan BLU Bakti.

Terdapat 7.904 lokasi 3T yang akan mendapat akses internet 4G dari program KSO. Sebagian besar berada di wilayah Indonesia timur. Setidaknya 5.204 dari total lokasi berada di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat atau sekitar 65 persen pekerjaannya.

“Inilah bentuk komitmen serius pemerintah untuk menghubungkan tanpa terkecuali, menyediakan pelayanan yang merata dan inklusif untuk seluruh rakyat Indonesia,” kata Anang.

Satu Wilayah Satu Operator

Anang mengatakan proses seleksi mitra KSO dimulai dengan tahap pra-kualifikasi untuk menentukan operator seluler yang berminat dan yang memenuhi persyaratan dari Bakti. Setelah itu para peserta akan dibagi per klaster lokasi base transceiver station (BTS) sehingga tidak terjadi penumpukan operator di satu wilayah layanan, mengingat jumlah pelanggan di daerah 3T terbatas.

“Hanya akan ada satu operator seluler yang melayani berdasarkan pada pertimbangan jumlah pelanggan yang terbatas,” kata Anang.

Melalui program ini, kata Anang, pemerintah memberikan stimulus berupa 90 persen belanja modal yang dibutuhkan untuk menyediakan layanan seluler di suatu lokasi. Stimulus tersebut membantu meringankan beban operator seluler dalam menggelar jaringan karena hanya cukup menyediakan sekitar 5-10 persen agar jaringan dapat terselenggara di 3T.

“Menurut hasil survei dan kuesioner yang kami lakukan, ada operator seluler yang tertarik melayani semua klaster dan ada operator yang hanya tertarik melayani sebagian klaster. Hal tersebut tergantung dari infrastruktur atau jaringan eksisting yang dimiliki oleh operator seluler,” kata Anang.

Sementara itu, Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan langkah pemerintah dalam menggelar program KSO sudah tepat.

Selama ini permasalahan mengenai permintaan atau jumlah masyarakat yang akan dilayani menjadi pertimbangan bagi operator seluler untuk menggelar jaringan. Investasi yang digelontorkan harus menguntungkan.

“Biasanya operator mau ekspansi ke 3T mempertimbangkan permintaannya di sana seperti apa? Menguntungkan atau tidak? Karena ada perawatan,” kata Ian.

Klasterisasi yang dilakukan Kemenkominfo, menurut Ian, sangat tepat. Klasterisasi membuat operator lebih mudah dalam melakukan perawatan jaringan karena hanya perlu mengawasi kualitas jaringan di suatu wilayah yang telah ditentukan.

“Jadi operator bisa menempatkan orang yang berdidikasi di wilayah itu. Kalau tersebar satu di Indonesia Barat dan satu di Indonesia Timur, bisa bengkak operasional operator,” kata Ian.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper