Bisnis.com, JAKARTA - Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dinilai perlu diperjelas dalam draft Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (RPP Postelsiar).
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi meminta agar KPPU dilibatkan secara aktif dan diatur perannya dalam RUU Postelsiar.
"Jika industri telekomunikasi ingin maju dan persaingan sehat, sebaiknya persaingan di industri telekomunikasi mengacu pada UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU sebaiknya dilibatkan sejak awal," ujarnya seperti dikutip dalam siaran pers, Kamis (14/1/2021).
Dia menuturkan draf RUU Postelsiar sudah mencantumkan evaluasi bagi operator yang hendak melakukan pengalihan spektrum frekuensi radio. Lebih lanjut, katanya, evaluasi bertujuan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.
Namun, dia menuturkan idealnya RPP Postelsiar juga mengatur peranan lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan atas persaingan usaha di Indonesia, khususnya di sektor telekomunikasi.
Menurutnya, draft RPP Postelsiar yang baru dikeluarkan lebih baik ketimbang dokumen November 2020. Salah satu contohnya ketika operator telekomunikasi akan menerapkan spectrum sharing.
Pada draft RPP Postelsiar versi sebelumnya, definisi teknologi baru hanya ada di penjelasan RPP Postelsiar. Kini definisi teknologi baru sudah dimasukkan ke badan pasal RPP Postelsiar, dan tegas teknologi baru dimaksud yaitu IMT-2020, atau yang biasa dikenal teknologi 5G.
"Jadi karena sudah dimasukkan dalam RPP Postelsiar maka sudah tak ada perdebatan lagi. Dan memang seharusnya spectrum sharing itu hanya untuk teknologi baru," jelasnya.
Heru menilai operator telekomunikasi memerlukan kejelasan dan ketegasan dalam pengaturan RPP Postelsiar agar dapat merancang dan menghitung rencana investasi 5G.
Selain itu, operator juga perlu mendapatkan kejelasan tentang alokasi spektrum frekuensi radio pasca dilakukannya merger dan akuisisi. Valuasi perusahaan telekomunikasi sangat dipengaruhi oleh alokasi spektrum frekuensi radio yang dimilikinya.
"Jangan sampai saat dilakukan valuasi, nilai suatu perusahaan telekomunikasi meroket tinggi. Namun, tidak ada kepastian spektrum frekuensi radio yang dapat dialihkan," imbuhnya.
Dia menuturkan dinamika pengalokasian spektrum frekuensi radio dalam kasus merger dan akuisisi pernah terjadi pada tahun 2014. Saat itu, XL Axiata yang mengakuisisi AXIS harus mengembalikan seluruh spektrum frekuensi radio AXIS di pita 2100 MHz.
Isu pengembalian spektrum frekuensi radio ini kembali mencuat seiring dengan rencana aksi korporasi yang akan dilakukan oleh Indosat dan H3I.
"KPPU seharusnya dilibatkan secara aktif dan diatur perannya dalam RUU Postelsiar," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua KPPU Kodrat Wibowo mengatakan lembaganya siap dilibatkan dalam pengaturan sharing spectrum 5G. Dia berharap pelaku usaha dapat berkonsultasi dengan KPPU sebelum melakukan merger atau kerja sama.
"KPPU mengharapkan pre-notification bukan post-notification," imbuhnya.