Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech mengatakan dokumen vaksin Covid-19 yang dikembangkannya dengan Pfizer diakses hacker atau peretas setelah serangan siber terhadap regulator obat-obatan Eropa.
Sebelumnya, European Medicines Agency (EMA) yang bertanggung jawab untuk menilai dan menyetujui vaksin untuk Uni Eropa, mengatakan telah menjadi sasaran serangan dunia maya. Tidak jelas kapan atau bagaimana serangan itu terjadi, siapa yang bertanggung jawab atau informasi lain apa yang mungkin telah diretas.
"Agensi (EMA) telah menjadi sasaran serangan dunia maya dan bahwa beberapa dokumen yang berkaitan dengan pengajuan peraturan untuk kandidat vaksin Covid-19 Pfizer dan BioNTech telah diakses secara tidak sah," demikian keterangan BioNTech seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (10/12/2020).
Namun mereka menyebut tidak ada sistem BioNTech atau Pfizer yang diretas sehubungan dengan insiden tersebut. "Dan kami tidak mengetahui adanya data pribadi peserta studi yang sedang diakses," tutur BioNTech.
EMA tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang serangan itu, hanya mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki insiden tersebut dengan bantuan dari penegak hukum. “EMA tidak dapat memberikan detail tambahan selama penyelidikan sedang berlangsung. Informasi lebih lanjut akan tersedia pada waktunya," katanya dalam sebuah pernyataan.
Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris mengatakan sedang mempelajari situasi dan dampaknya terhadap negara. Diketahui Inggris menjadi negara pertama tempat vaksin Pfizer digunakan.
"Kami bekerja dengan mitra internasional untuk memahami dampak insiden ini yang memengaruhi regulator obat UE, tetapi saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa regulator obat Inggris telah terpengaruh," ujar seorang juru bicara NCSC.
Upaya peretasan terhadap perawatan kesehatan dan organisasi medis telah meningkat selama pandemi ketika penyerang mulai dari mata-mata yang didukung negara hingga penjahat dunia maya berebut untuk mendapatkan informasi terbaru tentang wabah tersebut.
Pada kesempatan terpisah, peretas yang terkait dengan China, Iran, Korea Utara, Rusia, dan Vietnam telah dituduh mencoba mencuri informasi tentang virus dan potensi perawatannya.