Video on Demand Naik Daun, Bagaimana Kondisi di Indonesia?

Rezha Hadyan
Sabtu, 3 Oktober 2020 | 12:37 WIB
Ilustrasi layanan streaming video./Bloomberg-Daniel Acker
Ilustrasi layanan streaming video./Bloomberg-Daniel Acker
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 membuat layanan video sesuai permintaan (video on demand/VoD) dicari oleh masyarakat Indonesia.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di beberapa daerah, terutama kota-kota besar memaksa masyarakat untuk tetap berada di rumah agar penyebaran virus tak meluas.

Tentunya, menonton berbagai konten hiburan menjadi salah satu pilihan selain bermain gim untuk menghabiskan waktu ketika berada di rumah. Konten televisi yang cenderung itu-itu saja tentunya tak menarik bagi sebagian orang.

Platform VOD hadir menjawab permasalahan tersebut. Masyarakat rela merogoh koceknya untuk mendapatkan konten-konten hiburan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi menilai pandemi Covid-19 menjadi berkah tersendiri bagi penyedia layanan VOD, tidak hanya di Indonesia saja tetapi juga di seluruh dunia.

Televisi, sekalipun televisi kabel dengan pilihan kanal dan acara yang tak bisa dibilang sedikit tak lagi cukup memuaskan dahaga masyarakat akan konten-konten hiburan.

“[Lewat platform VOD] kendali ada di tangan kita. Itu yang tidak ada di bioskop, televisi, sampai televisi kabel sekalipun. Saat pandemi ini, permintaan tentu meningkat karena masyarakat kembali ke aktivitas-aktivitas dasar di rumah, seperti berkebun dan menonton film juga. [Platform] VOD, jadi pilihan,” katanya kepada Bisnis, Jumat (2/10/2020).

Lebih lanjut, Heru menjelaskan pandemi sukses mendongkrak jumlah pengguna platform VOD di Tanah Air lebih dari 50 persen. Adapun, ketika pandemi mulai merebak pada awal Maret 2020 pengguna platform tersebut langsung mengalami kenaikan hingga 20 persen.

Oleh karena itu, dia meyakini tiga tahun kedepan platform VOD akan mengalami pertumbuhan yang sangat masif dan penggunaannya makin meluas seiring dengan tumbuhnya pengguna internet. Sejauh ini, jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 176 juta jiwa atau lebih dari separuh poplulasi.

Tentunya dengan catatan wilayah yang terjangkau jaringan internet berkecepatan tinggi bertambah dan diimplementasikannya 5G.

“Seperti fintech saja, awal-awal mulai ramai di Indonesia tak begitu banyak penggunanya. Tetapi sekarang bayar dimana-mana banyak pakai fintech. Pola yang sama juga mungkin akan berlaku pada platform VoD,” ungkapnya.

Adapun, terkait dengan persaingan platform VoD di Indonesia Heru menyebut Netflix dengan jumlah pengguna mencapai 1 juta orang sejauh ini masih menjadi pemimpin pasar.

Namun, tak selamanya platform asal Amerika Serikat (AS) itu bisa terus memimpin, terlebih pesaing-pesaing baru bermunculan dengan biaya berlangganan yang lebih kompetitif.

“Konsumen Indonesia ini kan berbeda, sensitif dengan harga. Ada yang lebih murah pindah [ke kompetitor]. Kalau bisa gratis juga kenapa bayar,” ujar Heru.

Dia juga mengingatkan pertumbuhan pengguna platform VOD di Tanah Air juga perlu memperhatikan kemungkinan terjadinya resesi. Karena hal tersebut sangat dipengaruhi oleh seberapa besar daya beli masyarakat.

Sementara itu, berbicara mengenai ketatnya persaingan platform VOD, Heru menyebut upaya yang yang bisa dilakukan oleh penyedia layanan adalah membidik pangsa pasar yang belum digarap oleh kompetitor.

Menurutnya, kunci keberhasilan dari penyedia layanan VOD adalah kemampuan mengendus pasar potensial yang belum tersentuh oleh kompetitor. Sebagai contoh, Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk mayoritas muslim tentunya sangat potensial bagi konten-konten bernuansa Islami.

 “Pasarnya besar atau tidak? Kalau besar tentunya potensial. Seperti konten- khusus wanita dan konten khusus muslim. Produk halal saja potensinya besar, tentunya konten untuk muslim ini juga potensial. Harus pandai mengambil [peluang] yang belum digarap,” tuturnya.

Sejauh ini, Genflix menjadi salah satu penyedia layanan VOD di Tanah Air yang mengaplikasikan strategi tersebut lewat konten ekslusif berupa serial berbahasa Jawa.

Menurut Founder sekaligus Director Genflix Greeny Dewayani besarnya jumlah penutur berbahasa Jawa di dalam maupun luar negeri menjadi pertimbangan mengapa pihaknya menghadirkan konten tersebut.

“[Penutur] bahasa Jawa ini mewakili 54 persen populasi Indonesia. Belum lagi banyak orang asing yang tertarik dengan bahasa Jawa dan mempelajarinya. Di situ kami mencoba mengakomodasi mereka,” katanya kepada Bisnis.

Lain halnya dengan GoTix, platform VOD besutan Gojek ini mengandalkan konten ekslusif yang ceritanya diangkat dari keseharian masyarakat Indonesia. Salah satu dari konten tersebut adalah serial Jadi Ngaji yang tayang mulai Jumat (2/10).

VP Marketing GoPlay Sasha Sunu menjelaskan pihaknya menggunakan cara unik dan ringan untuk menyampaikan pesan-pesan positif kepada secara universal dan dengan pendekatan yang berbeda dari serial religi yang selama ini hadir di tengah masyarakat lewat Jadi Ngaji.

 “Setelah tahun ini sempat menunda pengerjaan sejumlah konten GoPlay Original selama beberapa bulan, beberapa waktu lalu GoPlay melanjutkan produksi Jadi Ngaji,” katanya.

Selain itu, strategi lain yang juga digunakan oleh GoPlay adalah pembelian konten per tayangan atau pay-to-view lewat GoPlay Rental. Pengguna dapat mengakses konten-konten GoPlay dalam durasi waktu tertentu dengan harga mulai dari Rp15.000-25.000 per konten yang ditayangkan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rezha Hadyan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper