Bisnis.com, JAKARTA-- Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu negara, dinilai selain memiliki dampak positif juga menimbulkan permasalahan, khususnya di bidang lingkungan.
Salah satunya yakni pencemaran udara akibat berbagai kegiatan di berbagai sektor baik industri maupun transportasi.
Namun siapa sangka, teknologi nuklir menjadi salah satu bagian dalam pengentasan pemasalahan polusi udara dalam rangka meningkatkan kualitas udara di Indonesia.
Herman Hermawan, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan peningkatan polusi udara di beberapa kota di Indonesia disebabkan karena meningkatnya kegiatan masyarakat.
“Meningkatnya alat transportasi di Indonesia dan banyaknya kasus kebakaran hutan di beberapa daerah di Indonesia menjadi salah satu penyebab meningkatnya polusi udara,” katanya, seperti dikutip dari laman BATAN, Rabu (24/6/2020).
Menurutnya, tingkat pencemaran udara di perkotaan menjadi salah satu aspek yang dijadikan sebagai indikator kualitas lingkungan di perkotaan. Dia mengungkapkan persoalan kualitas udara di Indonesia bukan menjadi persoalan KLHK sendiri tetapi seluruh pemangku kepentingan juga terlibat, salah satunya adalah Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
“Kerja sama antara KLHK dan BATAN ini diwujudkan dalam bentuk penelitian dan pengembangan kualitas lingkungan hidup melalui aplikasi teknik nuklir untuk karakteristik dan identifikasi sumber pencemaran udara,” ujarnya.
Anhar Riza Antariksawan, Kepala BATAN, mengungkapkan kerja sama dengan pihak KLHK sudah dimulai sejak 2011 selama kurun waktu 5 tahun. Pada tahun 2016 perjanjian tersebut diperpanjang sebagai bentuk kontribusi BATAN dalam penanganan permasalahan pencemaran udara.
“Sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs) salah satu kontribusi di bidang kota dan pemukiman yang berkelanjutan, BATAN bersama KLHK bekerja sama sejak 2011 dalam penelitian identifikasi polutan udara dengan teknik nuklir yaitu analisis aktivasi neutron,” ujarnya.
Dia menilai selama ini banyak masyarakat yang bertanya apa hubungan nuklir dengan lingkungan hidup. Nuklir, lanjutnya, dipandang sebagian masyarakat hanya berkaitan dengan senjata nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), meskipun sampai saat ini di Indonesia belum dibangun PLTN.
“Padahal kalau kita tahu pada saat ini yang namanya energi bersih atau yang tidak mengeluarkan emisi CO2 ya kalau tidak energi terbarukan ya energi nuklir. Kita tidak bisa mengesampingkan nuklir bila kita berbicara tentang energi yang bersih,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti Senior BATAN, Muhayatun Santoso menjelaskan peran aplikasi teknik nuklir untuk melakukan identifikasi polutan udara. Menurutnya, teknik nuklir telah diterapkan di Indonesia melalui pengambilan sampel di kota-kota besar yang meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Menurutnya, beberapa temuan pencemaran udara mengandung logam berat yang berbahaya bagi manusia, misalnya sejumlah temuan untuk pencemaran logam berat timbal (Pb) di beberapa kota.
“Ini merupakan peringatan dini untuk pemerintah dan pemangku kepentingan agar dapat segera mengambil tindakan yang tepat,” katanya.
Dia menilai melalui penelitian yang menggunakan analisis aktivasi neutron, Indonesia telah memiliki basis data kualitas udara yang dapat digunakan sebagai referensi berbasis ilmiah dalam pengambilan kebijakan.
Dengan data tersebut, lanjutnya, dapat dibuat regulasi berupa peraturan pemerintah sebagai tindakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas udara. Dia menilai kunci keberhasilan peningkatan kualitas udara di Indonesia adalah keterlibatan para pemangku kepentingan.
“Sinergi lintas institusi perlu dipertahankan dan jejaring pemantauan perlu ditingkatkan agar dapat meningkatkan pemahaman secara lebih komprehensif terkait sumber polutan yang ada,” ujarnya.