Potensi Pajak Digital di Indonesia Diperkirakan Sangat Tinggi

Muhamad Wildan
Kamis, 2 April 2020 | 19:57 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menunjukkan bukti e-Filling SPT yang telah diisi kepada wartawan di Gedung Mar'ie Muhammad, Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menunjukkan bukti e-Filling SPT yang telah diisi kepada wartawan di Gedung Mar'ie Muhammad, Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Penerimaan pajak atas transaksi digital atau perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) diperkirakan bakal cukup besar apabila skema perpajakan tersebut resmi diberlakukan.

Seperti dikutip dari naskah akademik Omnibus Law Perpajakan, Kamis (2/4/2020), pada 2017 diperkirakan transaksi barang digital secara total mencapai Rp102,67 triliun.

Secara lebih rinci, transaksi barang digital tersebut terdiri dari sistem software dan aplikasi sebesar Rp14,06 triliun, gim, video, dan musik sebesar Rp880 miliar, software lain untuk desain dan engineering Rp1,77 triliun, software handphone Rp44,75 triliun, layanan televisi berbayar dan hak siar sebesar Rp16,49 triliun, dan layanan over the top (OTT) dan sosial media sebesar Rp17,07 triliun.

Melalui Perppu No. 1/2020, pemerintah mengadopsi pasal pengenaan pajak atas PMSE dalam Omnibus Law Perpajakan dan berencana untuk mengenakan pajak pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud serta jasa kena pajak (JKP) dari luar daerah pabean serta pengenaan pajak penghasilan (PPh) atau pajak transaksi elektronik (PTE) bagi subjek pajak luar negeri yang memenuhi significant economic presence.

Dalam Perppu, pemerintah tidak berencana untuk menentukan tarif dan dasar pengenaan tersendiri untuk PPN yang dikenakan atas PMSE. Dalam beleid itu tertulis bahwa pengenaan PPN tetap mengikuti ketentuan dalam UU PPN dan PPnBM.

Dengan ini, penerimaan PPN dari transaksi tersebut bisa mencapai Rp10,26 triliun. Mengingat penggunaan layanan digital meningkat di tengah wabah Covid-19, potensi PPN dari PMSE bisa saja lebih tinggi dari nominal tersebut.

Terkait PPh atau PTE, pemerintah masih berencana untuk menentukan tarif dan dasar pengenaan serta tata cara penghitungannya melalui Peraturan Pemerintah. Adapun ketentuan significant economic presence masih akan diatur lewat Peraturan Menteri Keuangan.

Namun, bila contoh pemerintah mengadopsi langkah Prancis yang sempat hendak mengenakan digital service tax sebesar 3 persen atas nilai transaksi dan diasumsikan bahwa seluruh pelaku PMSE yang mendapatkan penghasilan di Indonesia telah memenuhi ketentuan significant economic presence, maka penerimaan PPh atau PTE bisa mencapai Rp3,08 triliun.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan pengenaan pajak atas PMSE perlu segera diefektifkan tahun ini untuk menjaga basis pajak.

Dengan adanya pembatasan interaksi, Sri Mulyani mengtakan transaksi yang biasanya dilakukan secara fisik sekarang beralih ke elektronik. Hal ini memiliki potensi penerimaan pajak.

"Seperti Zoom yang kita gunakan, ini mereka tidak eksis di Indonesia tetapi memiliki kegiatan ekonomi yang besar di sini," ujarnya, Rabu (1/4/2020).

Pelaku usaha pada PMSE yang memenuhi ketentuan significant economic presence bakal dianggap sebagai BUT dan menjadi SPLN.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Muhamad Wildan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper