Bisnis.com, JAKARTA – LinkAja, sebagai pemain baru pada dompet digital di Indonesia langsung membuat gebrakan dengan memiliki sekitar 25 juta pengguna pada awal April 2019. Untuk mengetahui kisah perjalanan dari platfom yang mendapatkan dukungan sejumlah BUMN kakap di Indonesia ini, Bisnis.com berkesempatan mewawancarai CEO LinkAja Danu Wicaksana. Berikut petikannya.
Bagaimana awal mula LinkAja lahir?
Pada pertengahan 2018, [Menteri BUMN] Rini Soemarno mulai melihat peluang adanya kolaborasi antara e-money perbankan dan perusahaan telekomunikasi [telko]. Karena pada saat itu mulai banyak e-money yang muncul di masyarakat dan semakin lama semakin besar.
Sementara itu, BUMN dengan lini usahanya seperti perbankan dan telko punya e-money juga, tetapi sendiri-sendiri dan masing masing ini tidak saling bekerja sama. Misalkan, dulu saat saya pegang T-Cash, saat hendak minta tolong bank pemerintah, untuk menjadi top up channel itu susah sekali, sehingga ada kekhawatiran dari beliau kita itu satu sebagai bangsa tetapi masing-masing berjuang sendiri. Mengapa tidak bareng saja? Kita semua ini sebenarnya kayak kakak adik juga.
Hingga 6 bulan setelah itu terjadi berbagai diskusi, sampai akhir tahun telah lebih dari 15 kali meeting. Semua perbankan dan telko diundang semua, menyatukan produk kita semua termasuk konsultasi ke Bank Indonesia sebagai regulator. Pada 7 Januari 2019, diadakan meeting dengan semua BUMN terkait, akhirnya diputuskan bersatu, dan T-Cash jadi embrionya.
Mengapa namanya LinkAja?
Pada saat meeting 7 Januari 2019 belum langsung diputuskan LinkAja, tetapi yang jelas harus ada kata link. Setelah itu akhirnya diputuskan namanya LinkAja. Kata Link sebagai simbol persatuan bank-bank itu. Pada akhirnya salah satu dirut mengusulkan LinkAja dan yang paling banyak di-vote itu. Akhirnya diputuskan namanya LinkAja.
Apa tantangannya saat perjalanan menyatukan berbagai fitur itu?
Tantangannya lebih kepada teknikal, karena ini istilahnya kunci kamar masing-masing yang harus disatukan. Apalagi fitur fiturnya, sehingga cukup lama diskusinya. Makanya, setelah 6 bulan baru banyak fitur yang mulai menyala. Kalau secara proses difasilitasi kementerian.
Apa visi misi dari penyatuan semua e-money perbankan dengan telko ini?
Waktu itu, visi kementerian dan para dirut perbankan adalah bagaimana LinkAja dibentuk bukan untuk meramaikan pasar e-wallet yang sudah ada seperti OVO dan Gopay itu, tetapi justru menyasar yang unbankable.
Mereka adalah orang-orang yang bukan berada di kota besar dan di mal besar, tetapi justru di kota kota kecil atau kota besar yang belum memiliki akses keuangan untuk mendukung inklusi keuangan.
Jadi, yang disasar misalnya sopir taksi, satpam, sehingga orang tersebut yang kalau dulunya beli pulsa berjalan kaki ke warung pinggir jalan, sekarang bisa dengan aplikasi. Dengan data yang ada, bisa menjadi pintu akses keuangan mereka. Jadi, lebih membesarkan akses masyarakat yang selama ini belum bisa memeroleh layanan perbankan. Itu dari sisi spirit kebangsaan.
Kalau dari sisi komersial, perbankan tentu ingin menambah user mereka, sedangkan kalau mau menambah sendiri agak susah karena harus menambah cabang. Nah, fintech inilah solusi meraih orang-orang yang selama ini belum masuk perbankan.