Industri Komputasi Awan Perlu Regulasi yang Baik

Rahmad Fauzan
Minggu, 20 Oktober 2019 | 21:26 WIB
Komputasi awan/Istimewa
Komputasi awan/Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu memikirkan regulasi yang baik guna menyiapkan diri dalam menyambut ramainya pemain komputasi awan asing yang masuk ke Indonesia mulai tahun 2020.

Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto mengatakan regulasi tersebut bertujuan menjaga same level playing field antara pemain lokal dan asing sehingga kehadiran masuknya pemin global dapat memberikan manfaat bagi ekosistem digital di Indonesia.

"Mereka [pemain global] harus bisa bersinergi dengan pemain lokal yang ada, jangan sampai bisnis anak bangsa tergusur oleh para pemain global," ujar Alex kepada Bisnis, Minggu (20/10).

Sebagai informasi, beberapa perusahaan teknologi global berencana mengikuti langkah Alibaba Cloud, yakni membangun pangkalan data di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Beberapa waktu lalu, Google Cloud mengumumkan rencananya untuk meluncurkan Region Cloud Jakarta pada semester I/2020 mendatang yang merupakan investasi jangka panjang perusahaan dalam bidang infrastruktur di Indonesia.

Tidak hanya Google, Amazon sebelumnya juga mengumumkan rencana untuk membuka pangkalan data di Indonesia pada 2022.

Sejauh ini, lanjut Alex, industri komputasi awan dalam negeri berkembang degnan baik, terutama dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 yang mewajibkan pusat data berada di Indonesia.

Selain itu, kehadiran Palapa Ring diharapkan dapat menjadi sarana yang sama-sama menguntungkan, baik bagi pelaku industri komputasi awan global maupun lokal.

Kontradiktif

Sebelumnya, gabungan asosiasi penyelenggara jasa internet yang terdiri atas ACCI, APJII, FTII, Aspiluki, Indonesia ICT Institute, dan Mastel sebagai induk asosiasi sektor ICT Indonesia menilai Pasal 21 ayat 1 Draf Revisi PP Nomor 82 Tahun 2012 dengan perintah Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa kedaulatan data harus dilindungi pada saat menyampaikan pidato 16 Agustus 2019 lalu.

Pasal tersebut berbunyi Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat mengelola, memproses dan/atau menyimpan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah Indonesia.


"Dengan bunyi ayat di atas, maka yang akan terjadi adalah negara tidak akan dapat melindungi “data kita” (data masyarakat Indonesia) karena Pemerintah memberikan lampu hijau kepada Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan aplikasi-aplikasi yang berasal dari negara lain untuk bisa menyimpan data di luar wilayah Indonesia, dan itu berarti isi Revisi PP 82/2012 sangat bertentangan dengan arahan Presiden," ujar pihak asosiasi dalam keterangan resminya pekan lalu.

Pihak asosiasi mengatakan implikasi lain dengan memperbolehkan Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat untuk memproses dan menyimpan data di luar wilayah Indonesia, antara lain; pertama, ada potensi 90% data di Indonesia akan lari ke luar wilayah Indonesia.

Hal tersebut dinilai ini akan berimplikasi besar terhadap aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM) Indonesia di era ekonomi data, mengingat sampai saat ini Indonesia belum mempunyai aturan perlindungan data yang memadai.

Kedua, dengan memperbolehkan data Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat memproses dan menyimpan data diluar wilayah Indonesia, maka penyedia layanan pusat data (data center), komputasi awan, over the top (OTT) asing tidak lagi berkewajiban melakukan investasi di Indonesia karena bisa melayani masyarakat Indonesia diluar wilayah Indonesia. Pihak asosiasi menilai hal tersebut sangat merugikan secara ekonomi.

Ketiga, penegakan hukum dianggap akan mengalami kesulitan manakala proses penegakan hukum tersebut membutuhkan data yang tersimpan di luar wilayah Indonesia, karena masing-masing negara mempunyai aturan dan yuridiksinya masing-masing.

Adapun, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pengerapan beberapa waktu lalu mengatakan dibangunnya fasilitas penyimpanan di Indonesia akan mendorong pemilik data untuk menyimpan data di Indonesia.

"Karena data selalu ingin mendekat kepada pengaksesnya. Makanya, pemerintah membuat program untuk membangun ekosistem. Harapannya adalah industri cloud tumbuh di Indonesia karena marketnya besar," ujar Semuel.


Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menilai draf Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 realistis.

Pasalnya, kata Ignatius, para pelaku bisnis asing memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk menaruh data di dalam wilayah yurisdiksi suatu wilayah, seperti volume pengguna, di mana perusahaan asing dikatakan berkenan menaruh data di dalam wilayah yurisdiksi suatu negara ketika volume penggunanya cukup guna menjamin skala bisnis.

"Mereka akan berhitung. Mereka akan taruh data di lokal ketika volume pengguna sudah cukup," ujar Untung kepada Bisnis pekan lalu.

Selain itu, meskipun volume pengguna telah tercukupi, dengan adanya kewajiban menyimpan data di wilayah yurisdiksi suatu negara, biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan dikatakan menjadi lebih tinggi karena diharuskan untuk menaruh orang di negara tersebut serta mengeluarkan biaya untuk kebutuhan maintenance.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Rustam Agus
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper