Bisnis.com, JAKARTA -- Dekakorn pertama asal Indonesia, Gojek, menggandeng Digitaraya sebagai mitra strategis dalam meluncurkan program Gojek Xcelerate yang merupakan upaya perusahaan dalam mengakselerasi perkembangan perusahaan rintisan di Indonesia.
Pihak Gojek tidak mengungkapkan berapa dana yang dikucurkan perusahaan untuk program tersebut, tetapi melalui program tersebut akan diberikan serangkaian program akselerasi intensif kepada 20 perusahaan rintisan Indonesia selama 6 bulan.
Adapun, di dalam program Gojek Xcelerate disusun kurikulum yang mencakup berbagai metode, antara lain growth hacking, penggunaan machine learning, pengembangan model bisnis bagi perusahaan rintisan, serta cara menilai valuasi perusahaan.
Program Gojek Xcelerator akan dimulai dengan Bootcamp, di mana peserta akan dibagi ke dalam 5 batch dengan fokus topik yang berbeda, dan diberikan kurikulum yang dirancang khusus untuk perusahaan rintisan agar mampu menjawab tantangan seperti skalabilitas dan pendanaan.
Managing Director Digitaraya, Nicole Yap, menambahkan program Gojek Xcelerate turut menggandeng beberapa perusahaan berskala global sebagai mentor, seperti akselerator berskala global Google Developers Launchpad, firma konsultan manajemen McKinsey & Company, dan perusahaan jasa keuangan asal Swiss UBS.
Turut terlibat dalam program akselerasi, Google akan mengajarkan cara memanfaatkan pembelajaran mesin (machine learning) dengan tujuan perusahaan-perusahaan rintisan dapat mengotomatisasi proses serta meningkatkan efisiensi.
Adapun, dua perusahaan lain yang terlibat dalam Gojek Xcelerate, yakni UBS dan McKinsey Company, masing-masing akan membahas metode valuasi perusahaan dan cara mendapatkan pendanaan tingkat lanjut, serta mengajarkan cara mengembangkan model bisnis dan membangun mental perusahaan dalam memecahkan masalah.
Head of Developer Relations & Startup Ecosystem for Asia, Africa and Middle East, Google, Sebastian Trzcinski-Clement mengatakan melalui Gojek Xcelerate seluruh perusahaan yang terlibat dalam mentoring akan memberikan pemahaman mengenai pentingnya product market fit, cara mengoptimalkan kekuatan dari struktur organisasi, dan leadership team.
Andre menambahkan, dilakukannya program akselerasi juga tidak terlepas dari besarnya potensi pertumbuhan pasar Indonesia yang dinilai mengharuskan perusahaan rintisan untuk mampu memanfaatkan peluang sekaligus menciptakan lebih banyak dampak sosial melalui inovasi teknologi.
Berdasarkan hasil riset Google dan Temasek bertajuk e-Conomy SEA 2018 menunjukkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan ukuran pasar paling besar di Asia Tenggara dengan kontribusi diperkirakan mencapai US$100 miliar pada 2025.
Adapun, dari 847 perusahaan rintisan, sebanyak 46 perusahaan berhasil meraup US$4.07 miliar di 18 vertikal industri. Artinya, masing-masing perusahaan rintisan berhasil menerima pendanaan rata-rata US$88 juta dalam kurun waktu 1 tahun.
Andre mengklaim, kehadiran perusahaan dagang-el seperti Tokopedia, Shoope, Bukalapak, dan perusahaan-perusahaan lainnya membuat tingkat penetrasi ekonomi digital Indonesia jauh lebih baik dibandingkan dengan India yang memiliki jumlah penduduk mencapai 1,3 miliar, di mana hanya perusahaan digital payment yang dikatakan berhasil di negara tersebut.