'Kejar Tayang' Aturan IMEI untuk Perangi Ponsel Ilegal

Rahmad Fauzan
Senin, 15 Juli 2019 | 15:48 WIB
Siswi menggunakan gawai saat mengerjakan soal UASBN 2019 di SMA Negeri 9 Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (18/3/2019). SMA Negeri 9 Kota Bandung tersebut mulai menerapkan penggunaan teknologi smart router dalam pelaksanaan UASBN./ANTARA-Novrian Arbi
Siswi menggunakan gawai saat mengerjakan soal UASBN 2019 di SMA Negeri 9 Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (18/3/2019). SMA Negeri 9 Kota Bandung tersebut mulai menerapkan penggunaan teknologi smart router dalam pelaksanaan UASBN./ANTARA-Novrian Arbi
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menjanjikan aturan mengenai International Mobile Equipment Identity (IMEI) bisa rampung pada 17 Agustus 2019, meskipun progres penyelesaian aturan tersebut masih berjalan lambat.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail mengatakan sampai dengan saat ini masih ada proses pengerjaan intensif yang dilakukan oleh Kemenkominfo.

Kendati demikian, Ismail mengklaim tidak tertutup kemungkinan bahwa aturan IMEI akan disahkan pada 17 Agustus dalam kondisi yang belum sempurna.

"Bahwa nanti aturan tersebut t tidak sempurna 100% dan di perjalanan ada masukan yang ternyata mengharuskan kita untuk revisi, ya kita revisi lagi," ujarnya, baru-baru ini.

Kondisi itu, lanjutnya, tidak terlepas dari kesulitan lain yang dialami Kemenkominfo dalam menggodok aturan tersebut.

Kesulitan itu meliputi tujuh hal, antara lain; kesiapan sistem Informasi Basisdata IMEI Nasional (SIBINA); kesiapan database IMEI; pelaksanaan tes; sinkronisasi data operator seluler; sosialisasi; kesiapan SDM; dan penyusunan SOP Kemenkominfo, Kemenperin, Kemendag, dan operator seluler.

Namun demikian, penyusunan aturan yang melibatkan Kemenkominfo, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan ini secara garis besar telah memiliki gambaran koordinasi yang cukup jelas, terutama masalah kepastian waktu penyelesaian dan sistem yang akan digunakan.

Setelah aturan berjalan, Ismail mengatakan sistem pemutihan terhadap ponsel-ponsel lama yang belum teregistrasi tidak akan diberlakukan. Pasalnya, ponsel-ponsel yang beredar di Indonesia sebenarnya telah teregistrasi secara otomatis pada saat pertama kali diaktifkan.

Adapun, terkait dengan ponsel ilegal, selisih waktu sejak aturan tersebut ditandangani oleh tiga kementerian sampai dengan aturan mulai diberlakukan dapat digunakan sebagai kesempatan bagi pemilik ponsel ilegal untuk melakukan pergantian nomor dengan cara melapor kepada pihak operator.

Namun, jika pemilik ponsel ilegal tidak melakukan pelaporan, maka pihak operator akan menonaktifkan jaringan komunikasi ponsel tersebut.

Selain itu, lanjutnya, aturan ini akan berjalan dengan sistem yang rencananya akan dinamakan Sistem Basisdata IMEI Nasional (SIBINA).

Model sistem yang sama saat ini sudah diterapkan di Kemenperin dengan fungsi sebatas mengelola dan menganalisis data peredaran ponsel di Indonesia. Sistem yang digunakan adalah Device Identification Registration and Blocking System (DIRBS).

Adapun, inti dari operasi DIRBS adalah membandingkan setiap data yang masuk ke dalam sistem satu sama lainnya. IMEI yang masuk melalui sistem registrasi perangkat radio di Kemenkominfo bersanding dengan IMEI dari basis data produksi ponsel global di GSMA, basis data IMEI yang menggunakan jaringan operator seluler, dan IMEI yang didaftarkan oleh importir di Kemendag.

Sistem DIRBS juga dapat menerima masukan terkait dengan laporan ponsel yang merupakan hasil curian. Informasi tersebut kemudian akan dikirim ke operator yang akan melakukan tindakan pemblokiran.

Operator kemudian harus menyediakan data setiap perangkat yang beroperasi di jaringannya. Operator juga diwajibkan untuk memberitahukan konsumen terkait dengan status perangkat yang dibeli menggunakan pesan pendek.

Lebih jauh, pemerintah juga dapat mengimplementasikan prosedur penanggulangan peredaran ponsel ilegal sesuai dengan standard operation procedure (SOP), menyebarkan dan mengelola sebuah platform teknologi untuk menjalankan regulasi, dan menjalankan kampanye membangun kesadaran konsumen.

Selain itu, berlakunya sistem DIRBS memudahkan ptoses registrasi untuk perangkat yang berasal dari importir dan manufaktur lokal.

Sistem DIRBS yang digunakan di Indonesia rencananya merupakan sistem sumber terbuka atau open source yang nantinya bisa digunakan secara cuma-cuma oleh setiap lembaga atau kementerian yang berkepentingan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmad Fauzan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper