Pemerintah Punya Strategi Atasi Kekhawatiran Industri 4.0

Rahmad Fauzan
Jumat, 12 Juli 2019 | 16:13 WIB
Ilustrasi/Reuters-Wolfgang Rattay
Ilustrasi/Reuters-Wolfgang Rattay
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA --  Pemerintah  sudah memiliki strategi untuk meredakan kekhawatiran terhadap era Revolusi Industri 4.0, di mana mesin disebut-sebut bakal menggantikan fungsi manusia di dalam dunia kerja.

Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengungkapkan pemerintah akan memfokuskan diri terhadap pemanfaatan teknologi industri dan program pengembangan infrastruktur yang menjadi program utama pemerintah akan diiringi dengan upaya pengembangan sumber daya manusia.

Adapun, pengembangan sumber daya manusia tersebut akan diwujudkan melalui pendidikan vokasi serta kerja sama antara sektor industri dan pendidikan guna merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan Revolusi Industri 4.0.

Selain itu, Jusuf Kalla juga menilai kekhawatiran yang muncul dengan hadirnya Revolusi Industri 4.0 tidak sejalan dengan realita perekonomian yang pada dasarnya akan terus membutuhkan keterlibatan manusia.

"Kalau semua yang bekerja robot, lalu siapa yang berpendapatan? Siapa orang yang bekerja? Kalau tidak ada orang yang bekerja, maka tidak ada penghasilan. Kalau tidak ada yang berpenghasilan, siapa yang beli barang? Kalau tidak ada yang beli barang ekonomi hancur. Jadi, teknologi tidak akan menggantikan manusia, tetapi memakmurkan manusia," tegasnya.

Sementara itu, pendiri CT Corp Chairul Tanjung mengatakan di era yang serba digital seperti saat ini, tidak hanya kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan yang melanda masyarakat, lahirnya budaya winner takes all pun juga menjadi hal lain yang membuat suatu negara harus mempersiapkan diri.

Di Indonesia sendiri, perihal mempersiapkan diri tersebut tergambar dengan diusungnya suatu inisiatif bersama oleh setiap pemangku kepentingan yang dikenal dengan istilah Super Smart Society 5.0.

"Super Smart Society 5.0 adalah hal baru yang dihembuskan karena perubahan di bidang teknologi ternyata berakibat bukan hanya untuk kebaikan, tetapi juga keburukan. Sehingga muncul inisiatif tentang bagaimana teknologi memberikan kebaikan bagi umat manusia," papar Chairul, Kamis (11/7/2019).

Menurut Chairul, Indonesia diperkirakan bakal mengalami perubahan yang cukup mendasar. Pasalnya, kehadiran generasi milenial dan generasi Z berpotensi merubah tatanan demokrasi, di mana kedua generasi tersebut memiliki budaya yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

"Generasi milenial dan Z adalah generasi yang 'me' generation, di mana segala sesuatunya berpusat kepada diri sendiri," kata Chairul.

Berbeda dari generasi sebelumnya yang lebih memfokuskan diri untuk kerja, generasi milenial dan Z dinilai lebih cenderung melakukan sesuatu yang produktif melalui cara yang menyenangkan.

Chairul juga menilai kedua generasi tersebut lebih mudah dalam bersosialisasi serta rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit ketika hendak mencoba sesuatu yang baru. Generasi milenial dan Z juga dinilai lebih sadar akan masalah kesehatan.

Hal tersebut, lanjutnya, akan berpengaruh terhadap meningkatnya harapan hidup yang disebut-sebut menjadi hal positif yang dapat mendukung terealisasinya Super Smart Society 5.0 di Indonesia.

DISRUPSI TEKNOLOGI

Sementara itu, disrupsi teknologi menjadi persoalan lain yang harus dihadapi di Indonesia. 

Di era transformasi digital, disrupsi tersebut dikatakan terjadi lebih cepat, lebih sering, dan berdampak lebih besar, di mana inovasi menjadi 10 kali lebih cepat, biaya menjadi 10 kali lebih besar, dan dampak umum yang 100 kali lebih signifikan. 

Gejala peningkatan tersebut juga terpengaruh oleh hadirnya gawai dengan harga yang murah.

Internet of Things (IoT) juga ikut berperan dalam mempercepat terjadinya perubahan-perubahan di era disrupsi teknologi di Indonesia.
 
Di sektor media, misalnya, Chairul memperkirakan di saat semua informasi diolah dengan IOT, maka media digital nantinya dapat memahami profil pengguna dan menyesuaikan pemberitaan sesuai dengan keinginan pengguna.

"Dengan perubahan yang diperkirakan segera terjadi, maka mau tidak mau para pelaku-pelaku usaha media tradisional harus menemukan kembali model bisnis yang sesuai dengan kondisi kemajuan zaman. Kalau tidak, media akan masuk ke dalam kata selamat malam," ujarnya.

Adapun, Welldian Saragih selaku Kepala Bidang Industri Tekstil dan Elektronika, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi, Logam, Mesin, Alat Transportasi, Tekstil dan Elektronika, BPPI, Kementerian Perindustrian mengatakan di era disrupsi teknologi Indonesia harus menyesuaikan diri dengan fakta bahwa semuanya serba otomatis, tetapi juga terkoneksi, baik itu antara mesin dan mesin maupun mesin dan manusia.

Penyesuaian itu juga terkait dengan hadirnya teknologi utama di era Revolusi Industri 4.0, seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), perangkat wearablesadvanced robotic, dan 3D printing.

"Namun, kekuatan ekonomi yang sehat, stabilitas politik, pendidikan, dan keamanan nasional yang terbangun di Indonesia menjadi faktor pendukung Indonesia untuk sukses di era Revolusi Industri 4.0, di mana pada 2030 kita akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat karena adanya bonus demografi," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmad Fauzan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper