Huawei Malang, Nokia dan Ericsson Siap jadi Kesayangan

Renat Sofie Andriani
Rabu, 19 Juni 2019 | 16:29 WIB
Nokia/Istimewa
Nokia/Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Selama dua dekade terakhir, Huawei Technologies telah mendominasi pasar telekomunikasi global. Dengan ramuan resep teknologi yang canggih dan harga menarik, raksasa teknologi asal China ini mampu menyabet banyak kontrak.

Dominasi Huawei di papan atas perusahaan teknologi membebani kejayaan perusahaan besar lainnya macam Nokia dan Ericsson. Keduanya merespons kondisi itu dengan memangkas jumlah tenaga kerja ataupun melakukan akuisisi.

Namun kini, ketika kedigdayaan Huawei terancam eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, keadaannya berbalik.

Nokia dan Ericsson, yang juga saling bersaing, baru-baru ini telah memperebutkan kesepakatan jangka panjang dari Huawei untuk membangun jaringan nirkabel 5G.

Ericsson mengklaim memiliki jumlah terbesar untuk kontrak 5G yang diumumkan yakni 21 kontrak, sementara Nokia mengklaim telah melakukan lebih banyak kesepakatan 5G komersial, sebanyak 42, ketimbang vendor manapun.

Di sisi lain, Huawei mengatakan telah menandatangani 46 kontrak 5G. Seorang juru bicara Huawei menolak berkomentar lebih lanjut tentang posisinya relatif terhadap para saingannya.

Menurut para analis, ada lebih banyak hal yang dapat terjadi saat Huawei menghadapi larangan ekspor yang diberlakukan pemerintah AS dan pembatasan dari pemerintah negara lain karena kekhawatiran atas dugaan tindak spionase China.

“Untuk masa mendatang, Huawei akan menghadapi awan kecurigaan yang lebih luas,” ujar John Butler, seorang analis Bloomberg Intelligence. “Nokia dan Ericsson berada di posisi yang baik untuk mendapatkan keuntungan.”

Pada Mei 2019, dua perusahaan asal Benua Eropa ini sama-sama memenangkan kontrak 5G dari perusahaan Jepang SoftBank Group Corp., menggantikan Huawei dan ZTE Corp.

Ericsson menandatangani kesepakatan serupa pada Maret dengan perusahaan telepon terbesar asal Denmark, TDC A/S, yang telah bekerja sama dengan Huawei sejak 2013 untuk memodernisasi dan mengelola jaringannya.

Perusahaan lain, yang memperkirakan adanya pembatasan terhadap Huawei, telah mulai melepaskan perangkatnya dari bagian sensitif sistem mereka.

BT Group Plc., contohnya, mencopot Huawei dari inti jaringannya dan Vodafone Group Plc telah menangguhkan pembelian peralatan inti dari Huawei untuk jaringannya di Eropa.

Adapun Deutsche Telekom AG, yang memiliki peralatan Huawei di seluruh sistem 4G-nya, tengah mengevaluasi kembali strategi pembeliannya.

Ketika puluhan perusahaan telepon, termasuk di Kanada, Jerman, dan Prancis, berencana memilih pemasok 5G dalam beberapa bulan mendatang, Cisco Systems Inc. dan Samsung Electronics Co. juga berlomba-lomba untuk mencetak kesepakatan.

Namun penerima keuntungan terbesar dari kesulitan yang dialami Huawei kemungkinan adalah Nokia dan Ericsson. Keduanya bersaing secara langsung dengan Huawei dalam memasok peralatan jaringan akses radio.

Seperti diketahui, sejak tahun lalu, pemerintahan Trump telah mendorong aliansinya untuk melarang Huawei dari akses 5G karena dugaan keterlibatan perusahaan ini dengan pemerintah China.

Pada Mei, AS meningkatkan skala tekanannya dengan memblokir akses Huawei kepada pemasok-pemasok komponennya di AS.

Pada Senin (17/6/2019), pendiri sekaligus CEO Huawei, Ren Zhengfei, pun mengakui bahwa dampak dari larangan yang pemerintah AS terhadap Huawei ternyata lebih berat dari yang diperkirakan.

Ia memperkirakan sanksi itu akan berakibat pada turunnya pendapatan perusahaan sebesar US$30 miliar selama dua tahun mendatang.

Sementara itu di luar AS, isu keamanan telah menyebabkan Australia, Jepang dan Taiwan melarang Huawei dari sistem 5G. Perusahaan China itu juga berisiko kehilangan pekerjaannya di Eropa dan emerging markets, menurut Bloomberg Intelligence.

Terlepas dari kesulitan yang dihadapinya, Huawei tetap merupakan pesaing kuat. Banyak perusahaan telepon di Eropa menganggap stasiun induk, sakelar, dan router perusahaan ini unggul secara teknologi.

Menurut kelompok industri GSMA, mengecualikan Huawei dan ZTE dari 5G secara total akan meningkatkan biaya jaringan akses radio untuk perusahaan-perusahaan telepon Eropa sebesar 40 persen atau 55 miliar euro (US$62 miliar).

 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper