Venture Capital Cenderung Berikan Pendanaan Tahap Lanjutan

Deandra Syarizka
Kamis, 17 Januari 2019 | 01:22 WIB
Food Start up Indonesia
Food Start up Indonesia
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA— Ekosistem pendanaan perusahaan teknologi mulai mengalami perubahan seiring dengan tren Venture Capital (VC) yang  kini lebih condong memberikan suntikan dana lanjutan dengan nominal besar kepada perusahaan teknologi ketimbang memberikan dana awal pada tahap rintisan.

Edward Ismawan Chamdani, Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Start Up Indonesia (Amvesindo) menjelaskan, VC (Venture Capital) besar kini lebih focus menggarap perusahaan teknologi yang sudah lebih matang, dengan memberikan pendanaan seri B dan C karena gaung pemberitaan yang lebih menarik.Selain itu, semakin besar modal yang dikucurkan, semakin besar pula management fee yang diperoleh oleh VC (Venture Capital).

“Dulu kan 2011-2012 begitu ada investasi kecil saja pengumumannya ke mana-mana. Sekarang buat mereka investasi yang kecil sudah kurang menarik karena makin besar komitmen investor makin besar management fee, makin menarik buat mereka,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (16/1/2019).

Dia melanjutkan, dengan demikian persaingan para perusahaan teknologi rintisan untuk mendapatkan pendanaan melalui VC akan semakin sengit. Menurutnya, perusahaan rintisan sebaiknya fokus mendapatkan pendanaan dari angel investor, maupun melalui wadah semacam incubator perusahaan rintisan yang menawarkan pendanaan dan pelatihan.

Meski demikian, dia menjelaskan para perusahaan rintisan tak perlu khawatir. Pasalnya, saat ini berkembang berbagai macam alternatif pendanaan baik yang bersumber dari APBN maupun dari modal masyarakat.

Dia mencontohkan, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Kementerian Perindustrian kini memiliki anggaran untuk mendanai perusahaan rintisan. Selain itu, kini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut telah menyetujui regulasi yang memungkinkan pendanan perusahaan rintisan melalui crowdfunding. Dengan sistem tersebut, nantinya masyarakat umum dapat berpartisipasi untuk membeli saham perusahaan rintisan, dan memperdagangkannya melalui pasar sekunder yang akan dibentuk secara khusus.

“Tujuannya menyasar medium dan high investor sampai investor ritel. Yang seperti ini akan menjadi tren ke depannya,” ujarnya.

Seperti diberitakan, Bukalapak pada awal tahun ini mendapatkan pendanaan baru dari investor asal Korea Selatan Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund yang nilainya ditaksir mencapai USD 50 juta.

Jikwang Chung , Head of New Growth Investment Mirae Asset Capital menjelaskan, investasi kali ini merupakan bentuk kerjasama Co-Investment Fund antara perusahaan finansial dan salah satu perusahaan teknologi yang sedang berkembang sangat pesat di Asia Tenggara yang juga memiliki karakteristik kuat.

“Melalui beragam kolaborasi strategis, kami akan mendukung Bukalapak agar dapat terus berkembang,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan resmi, Rabu (16/1/2019).

Informasi dari Reuters menyebut nilai investasi yang dikucurkan itu ditaksir mencapai USD50 juta. Adapun hingga saat ini, investor asal China yang terafiliasi dengan Alibaba Group, Ant Financial Services Group dan investor asal Singapura , GIC (Government of Singapore Investment Corporation), serta investor asal Indonesia Elang Mahkota Teknologi (EMTEK)  masih menjadi pemegang saham mayoritas di Bukalapak.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Deandra Syarizka
Editor : Sutarno
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper