Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menilai belum waktunya menggunakan kartu SIM elektronik di Indonesia.
Ketua ATSI Ririek Adriansyah menilai penerapan kartu SIM elektronik belum dibutuhkan dalam waktu dekat. Pasalnya saat ini, pelaku usaha masih melakukan pemulihan agar bisnis tetap menguntungkan.
Tercatat, dalam beberapa tahun belakangan operator seluler harus bisa melakukan inovasi guna menaggapi perubahan sumber pendapatan yakni semakin tergesernya pendapatan dari telepon suara dan SMS ke data yang bila dibandingkan.
Pergeseran itu pun belum memberikan imbal sebesar telepon suara dan SMS. Perubahan itu, cukup sulit karena penetrasi ponsel pintar kini menyentuh sekira 60% dari total populasi.
Seperti diketahui, teknologi SIM elektronik sudah diterapkan pada alat seperti jam pintar dan belum lama ini vendor asal Amerika Serikat, Iphone merilis ponsel terbaru yang bisa digunakan dengan teknologi SIM elektronik di 10 negara. Adapun, dengan SIM elektronik itu pengguna tak perlu mengganti kartu fisik untuk bisa terhubung ke jaringan. SIM fisik diganti dengan aplikasi yang terpasang pada peranti.
"Untuk e-SIM sampai saat ini belum ada kebutuhan untuk mengimplementasikan hal tersebut di Indonesia," ujarnya saat dihubungi Bisnis belum lama ini.
Menurutnya, kendati operator harus melakukan monetisasi data, beberapa operator merespons dengan perang tarif data yang membuat iklim usaha semakin tak kondusif untuk mengumpulkan keuntungan. Selain itu, pelaku usaha juga kini harus beradaptasi dengan penerapan kebijakan registrasi kartu SIM prabayar yang berjalan sejak 1 Mei 2018.
Oleh karena itu, penerapan registrasi kartu SIM prabayar memukul laba dan jumlah nomor aktif di jaringan operator seluler pada semester I/2018. Hal itu bisa terlihat pada laporan keuangan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), Tbk; PT Indosat Ooredoo, Tbk; dan PT XL Axiata, Tbk.
Dari sisi jumlah nomor aktif di jaringan, Telkomsel, anak usaha Telekomunikasi Indonesia, nomor aktif di jaringan Telkomsel turun 7,7% dari 192,7 juta nomor di semester I/2017 menjadi 177,8 juta pada semester I/2018. Kemudian, nomor aktif di jaringan XL juga turun yakni sebesar 2,94% dari 54,5 juta nomor menjadi 52,9 juta nomor. Adapun, penurunan terdalam diderita Indosat Ooredoo dengan penurunan sebesar 21,64% dari 96,1 juta nomor pada semester I tahun lalu menjadi 75,3 juta nomor pada semester I/2018.
Sementara itu, dari sisi laba, Telkom membukukan penurunan laba sebesar 27%, Indosat 47,5% dan XL menanggung kerugian di semester I/2018.
"Setelah ada registrasi, perang harga dan sebagainya maka saat ini industry telco khususnya selular sedang dalam proses recovery agar industrinya lebih sehat," katanya.