Bisnis.com, JAKARTA — Persaingan Go-Jek dan Grab pada tahun ini kian panas lantaran keduanya bukan lagi sekadar memfokuskan bisnis pada layanan penyediaan jasa transportasi atau biasa disebut ride hailing. Keduanya agresif berekspansi pada bisnis layanan pembayaran sejak pertengahan 2017.
Go-Jek dengan Go-Pay dan Grab dengan GrabPay, sama-sama telah mengantongi lisensi penerbit uang elektronik dari Bank Indonesia. Praktis, keduanya sebenarnya sudah mendapat lampu hijau dari bank sentral untuk melayani pembayaran nontunai secara offline di luar aplikasi mereka.
Managing Director GrabPay Indonesia Ongki Kurniawan berpendapat dalam situasi sekarang, musuh utama perusahaanya bukan layanan pembayaran kompetitornya. “Dari perspektif kita sekarang, pesaing utama Grab bukan kompetitor. Tapi penggunaan uang tunai itu sendiri,” ujarnya, Selasa (23/1/2018).
Terlebih menurutnya, Indonesia seperti diketahui merupakan negara kedua terbesar di dunia yang masih berbasis tunai dalam bertransaksi. Pembayaran nontunai di Indonesia hanya memegang porsi yang begitu kecil terhadap total pembayaran, yaitu sekitar 10%.
“Orang masih lebih banyak memilih transaksi tunai, meskipun penggunaan tunai sebenarnya kurang efisien. Pembayaran berbasis tunai masih menjadi raja di Indonesia,” ujarnya.
Sejumlah tantangan dalam pengembangan ekosistem transaksi nontunai, menurutnya, adalah membangun akses kepercayaan. “Untuk itulah kenapa kita sebenarnya memperjuangkan betul lisensi penyediaan e-money, karena Grab ingin menciptkan ekosistem nontunai yang begitu besar melalui GrabPay,” ujarnya.
Layanan pembayaran GrabPay tengah diujicobakan menggunakan sistem berbasis QR Code. Metode pembayaran itu dinilai lebih efisien ketimbang penggunaan electronic data capture. Hanya saja, perusahaannya tetap berpegang kepada standar teknologi QR Code yang dipegang pemerintah sebelum mengadopsi teknologi itu secara efektif.
Sebagai rival utama Grab, Go-Jek telah terlebih dulu menunjukkan keseriusan pada lini bisnis pembayaran dengan mengakuisisi tiga fintech yaitu Midtrans, Kartuku, dan Mapan pada akhir tahun lalu.
CEO Go-Jek Nadiem Makarim bahkan meyakini tahun ini bakal menjadi tahunnya Go-Pay. Layanan dompet digital itu bukan tidak mungkin keluar dari ekosistem pembayaran Go-Jek untuk bertransformasi menjadi unit bisnis tersendiri.
Go-Pay juga terlebih dulu mengembagkan teknologi pembayaran berbasis kode QR yang diujicobakan pada gelaran Go-Food Festival pekan lalu. Go-Pay tengah menunggu persetujuan Bank Indonesia untuk meluncurkan fitur layanan pembayaran itu secara penuh.
Chief Compliance Officer Go-Pay, Budi Gandasoebrata, menyatakan masa uji coba layanan pembayaran berbasis teknologi kode QR sudah selesai dan tinggal menunggu persetujuan bank sentral.
Budi menyatakan penyediaan layanan pembayaran elektronik Go-Pay berbasis kode QR semata bertujuan untuk mempermudah transaksi usaha kecil menengah. Metode pembayaran melalui pemindaian kode QR merupakan terobosan yang dinilai bakal mempermudah layanan transaksi nontunai secara offline.
“Go-Pay senantiasa menaati segala aturan yang berlaku dan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk memastikan upaya dan inisiatif kami sejalan program Bank Indonesia terutama terkait Strategi Nasional Keuangan Inklusif,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech lndonesia Aji Satria Sulaiman menyatakan nilai transaksi tekfin pembayaran terus tumbuh pesat dengan semakin banyaknya kolaborasi penyediaan dompet digital dengan platform e-commerce dan ride hailing.
“Fintech lending memang industrinya baru, makanya kelihatan tumbuh pesat sekali. Tapi kalau bicara nominal transaksinya, saya bisa pastikan fintech payment punya angka yang jauh lebih tinggi,” ujarnya.