Bisnis.com, JAKARTA - Trend Micro Incorporated, penyedia solusi keamanan cloud, mengungkapkan, Asia Pasifik menjadi kawasan yang mendapatkan serangan siber paling intensif sepanjang 2016 dibanding kawasan lain di seluruh dunia.
Data temuan ini dikutip dari basis data threat intelligence yang dimiliki oleh Trend Micro.
Trend Micro mendeteksi dan menganalisis petak-petak threat keamanan global setiap tahunnya dari ransomware, vulnerabilities, exploit kits, mobile apps, online banking software, hingga berbagai jenis ancaman lainnya.
Country Manager Indonesia Trend Micro David Siah mengatakan, sudah bukan rahasia lagi bila perusahaan di masa kini dihadang oleh gelombang tantangan besar dengan munculnya beragam ancaman keamanan, baik yang sudah dikenali (known threats) maupun yang belum (unknown threats).
"Sepanjang tahun 2016 saja, kami berhasil memblokir lebih dari 80 miliar serangan yang berupaya untuk menimbulkan goncangan-goncangan keamanan global. Tidak hanya dibuat repot oleh jenis serangan-serangan tersebut, industri juga terus disibukkan untuk memerangi unknown threats yang tercatat kemunculannya mencapai 500.000 per hari," papar David di Jakarta pada Rabu (5/4/2017).
Bombardir serangan yang bertubi-tubi mengingatkan tingginya kebutuhan akan pentingnya perusahaan dalam memperkokoh postur-postur keamanan mereka, serta mengadopsi strategi pendekatan keamanan cross-generational yang mumpuni dalam mengatasi gelombang known attacks maupun bangkitnya unknown threats yang memang dirancang agar mampu mengelak dari sergapan software-software keamanan konvensional.
"Korporasi menjadi sasaran dan potensi kerugiannya juga tidak sedikit," ujarnya.
Temuan Trend Micro 2016 untuk kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia mengungkapkan, sebanyak 27% dari keseluruhan serangan ransomware dibidikkan ke perusahaan-perusahaan maupun individu yang berdomisili di kawasan Asia Pasifik. Angka ini tercatat paling tinggi dibandingkan dengan persentase serangan yang dibidikkan ke kawasan-kawasan lainnya di seluruh dunia.
Menyusul, kawasan Eropa, Timur Tengah dan Afrika (EMEA) dengan 25% dan Amerika Latin dengan 22%. Adapun Indonesia mendapatkan porsi serangan sebesar 9,82% dari sekian ancaman ransomware yang seluruhnya menerjang kawasan Asia Pasifik.
Tahun 2016 ditandai pula dengan dicapainya rekor baru akan jenis pemerasan daring atau online extortion, dan meledaknya pertumbuhan famili-famili baru ransomware dengan angka peningkatan yang tercatat mencapai 752% dan sebanyak US$1 miliar berhasil digasak.