KPI : Pengetatan Izin Picu Industri Penyiaran Tidak Sehat

Sholahuddin Al Ayyubi
Senin, 30 Januari 2017 | 20:44 WIB
Komisi Penyiaran Indonesia
Komisi Penyiaran Indonesia
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ‎mengkritisi sikap Kemenkominfo yang berencana memperketat pemberian izin lembaga penyiaran baru yang akan bermain pada siaran digital karena akan membuat industri tersebut tidak sehat.

Yuliandre Darwis, Ketua KPI mengemukakan KPI tengah berencana mengajukan beberapa usulan terhadap RUU Penyiaran yang sampai saat ini masih digodok oleh Komisi I DPR. Salah satu usulan yang akan disampaikan adalah menguatkan kembali KPI agar tidak hanya bertugas untuk menjatuhkan sanksi terhadap konten lembaga penyiaran, tetapi juga pemberian dan pencabutan izin siaran.

"Jelas kalau pengetatan itu terjadi, industri tidak akan sehat. Sekarang kami lagi memberikan usulan kepada DPR dalam draft RUU Penyiaran agar posisi kami di KPI ini jelas, tidak hanya memvonis program siaran," tuturnya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR Jakarta, Senin (30/1).

Menurutnya, salah satu pembahasan penting pada draft RUU Penyiaran adalah soal digitalisasi siaran dari analog ke digital yang akan dilakukan oleh pemerintah paling cepat awal tahun depan. Dia juga berharap ke depan, KPI dapat berdiri sendiri sejalan dengan tantangan globalisasi yang semakin tinggi.

"Kami berharap draft RUU Penyiaran ini dapat menginisiasi apa yang diharapkan publik selama ini. Harus ada solusi agar industri penyiaran ini tumbuh dan berkembang," katanya.

Dia mengatakan salah satu penyebab lambatnya penyelesaian draft RUU Penyiaran yang dilakukan oleh Komisi I DPR karena tim pembahas RUU tersebut selalu berbeda.‎ Menurutnya, digitalisasi penyiaran belum dapat dilakukan oleh pemerintah jika belum ada payung hukumnya yaitu RUU Penyiaran.

"Soalnya kan yang menjadi perhatian khusus ini adalah digitalisasi penyiaran. Kita masih belum tahu pastinya kapan digitalisasi ini akan dilakukan jika payung hukumnya belum ada," ujarnya.

Dia m‎enegaskan KPI juga tengah membuat satu standarisasi konten siaran digital yang harus diimplementasikan oleh seluruh stasiun televisi sebagai salah satu syarat untuk mendigitalisasi penyiaran lembaga tersebut.

"Kami akan bekerja sesuai dengan amanat UU dan konstitusi yang ada. Kalau dibilang harus ada standarisasi konten di dalam konstitusi, akan kami lakukan," tuturnya.

Sementara itu, Pengamat Penyiaran Erina HC Tobing mengatakan ‎selama ini sosialisasi tentang digitalisasi penyiaran dinilai tidak sampai kepada masyarakat. Menurutnya, masyarakat akan terkena dampak langsung dari digitalisasi penyiaran tersebut, sehingga harus diedukasi lebih awal.

"Nanti kan masyarakat juga yang kena dampak langsungnya, harus mengganti TV analognya ke TV digital. Kalau tidak ganti TV, masyarakat harus menggunakan Set Top Box (STB). Kalau tidak, maka tidak akan dapat frekuensi digital itu," katanya.

Menurutnya, jika pemerintah memiliki syahwat untuk melakukan digitalisasi penyiaran, maka seharusnya pemerintah membantu industri dari sisi regulasi seperti salah satunya membantu dari sisi pengenaan pajak yang tinggi.

"Industri ini harus dibebaskan dari pajak, kalau mau digital, karena peralatannya kan tidak mudah. Selain itu, pemerintah juga harus subsidi konten siaran digital itu," ujarnya.

Mantan Direktur Teknik TVRI tersebut mengatakan ‎jika pemerintah berencana menarik frekuensi 700 MHz dari pemain televisi analog, maka pemerintah disarankan agar mengalihkan dana hasil lelang frekuensi tersebut ke industri penyiaran agar dapat tumbuh pada era digitalisasi saat ini.

"‎Kalau frekuensi ini mau diambil pemerintah, harusnya pemerintah itu mengalokasikan dana hasil lelang frekuensi itu kepada industri penyiaran," tuturnya.

Dia berharap ke depan pemerintah dapat lebih mematangkan konsep digitalisasi penyiaran yang ditawarkan kepada industri, sehingga industri tidak mati di tengah jalan setelah melakukan migrasi siaran dari analog ke digital.

"Pemerintah harus paham soal ini, jangan sampai ada yang dikorbankan," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Rustam Agus
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper