Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan memastikan tetap tidak mengizinkan Google Inc untuk meluncurkan Project Loon karena membahayakan penerbangan dan mengancam keamanan data nasional.
Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Teknologi, Energi, dan Lingkungan Nugroho Indrio mengungkapkan balon-balon Project Loon berpotensi memasuki ruang udara bandara-bandara Indonesia. Padahal, ruang udara harus steril sebagai jalur penerbangan pesawat.
“Ruang udara itu tidak boleh ada yang berterbangan. Ini menyangkut keselamatan. Kalau di ruang udara agak sulit, jadi tidak bisa (dikeluarkan izinnya),” katanya usai acara Komunikasi Publik: Nationally Determined Contributions di Jakarta, Kamis (11/8/2016).
Di samping faktor ruang udara, Nugroho mengatakan Kemenhub juga mempertimbangkan aspek keamanan nasional. Salah satunya, dia mencontohkan, terkait keamanan data penting nasional.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengakui Project Loon belum berjalan karena terganjal izin Kemenhub. Namun, dia mengisyaratkan tetap akan memperjuangkan Project Loon agar tetap dapat mengudara.
“Indonesia harus terbuka untuk teknologi baru agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat,” katanya.
Project Loon sebenarnya dijadwalkan sudah berjalan sejak kuartal I/2016. Balon-balon yang berfungsi sebagai stasiun pemancar dan penerima (BTS) itu akan menggunakan frekuensi 900 MHz milik PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, dan PT XL Axiata Tbk.
Pemerintah telah menetapkan pita frekuensi 900 MHz berstatus teknologi netral sehingga pemegang lisensi bisa menggunakannya untuk menggelar layanan 2G, 3G, hingga 4G. Project Loon diyakini cocok untuk menggarap daerah-daerah terpencil yang minim penetrasi BTS terestrial.
Meski bertujuan mulia, rencana tersebut mengundang kritik dari sejumlah kalangan. Mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Riant Nugroho pernah mengingatkan bahwa Google dapat mengorek berbagai informasi dari Indonesia. Informasi dari pelanggan, misalnya, tidak hanya diketahui oleh operator, melainkan juga dapat diakses raksasa Internet itu via balon-balon tersebut.
“Kita kian tidak punya ketahanan nasional di bidang informasi. Semakin banyak yang bobol nantinya,” kata pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia ini.