Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha perfiliman nasional meminta pemerintah segera merampungkan aturan pemberian insentif guna menggairahkan industri tersebut.
Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Sheila Timothy mengatakan calon investor, khususnya untuk penanaman modal asing masih ragu menanamkan modalnya baik untuk bidang produksi, distribusi maupun pertunjukan film.
"Banyak tawaran dari Korea Selatan yang ingin untuk joint venture tapi batal karena kita tidak ada insentif pajak untuk industri film," tutur di Jakarta, Kamis (21/7/2016).
Sheila menuturkan insentif tersebut sangat diperlukan untuk merangsang perbaikan dalam industri film nasional. Saat ini industri film Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia.
"Bahkan Vietnam sudah membuka pasar untuk investasi asing sejak 2011, dan dalam lima tahun ini pangsa pasarnya naik 200% dan produksinya naik 100 persen. Dibandingkan negara lain, Indonesia jalan di tempat. Singapura bahkan lebih maju dan inovatif," ujarnya.
Sheila menuturkan salah satu kendala yang menghambat perkembangan industri perfiliman lokal antara lain ketiadaan data riset sehingga pelaku industri sulit mengetahui pangsa pasar dan kekuatan film dalam negeri.
"Kalau mau meningkat produksinya baik kuantitas dan kualitasnya, setelah DNI [Daftar Negatif Investasi] Dubuque, harus diikuti dengan paket kebijakan ekonomi," katanya.
Lebih lanjut, Sheila menuturkan pelaku industri film dalam negeri tidak hanya sekadar perlu aliran dana segar tetapi lebih memerlukan kebijakan pendukung yang melancarkan masuknya arus modal serta transfer teknologi asing.
Proyek-proyek joint venture perlu diperbanyak lantaran memiliki dampak positif antara lain transfer pengetahuan, teknologi, tambahan pajak, serta tambahan pangsa pasar.