Bisnis.com, MALANG--Lima mahasiswa prodi Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga, dalam inovasi penelitiannya berhasil membuat selaput penutup organ pencernaan untuk menangani kasus gastroschisis yaitu kelainan dinding perut yang terbuka.
Ketua Tim Kelompok Peneliti Karina Dwi Saraswati mengatakan kasus yang umumnya menimpa pada bayi yang baru lahir tersebut di Indonesia masih merupakan kasus dengan resiko cukup tinggi.
“Hal itu disebabkan masih banyak terdapat kehamilan usia sangat muda akibat pernikahan usia dini,” ujarnya dalam keterangan resminya, Jumat (3/6/2016).
Selain itu karena faktor paritas tinggi, yakni semakin banyaknya kelahiran pada seorang ibu (atau ibu banyak melahirkan) walau hal ini masih ada kaitannya dengan kehamilan pada usia tua, serta karena kekurangan asupan gizi pada ibu hamil.
Salah satu solusi untuk menangani kasus gastroschisis tersebut adalah menutupnya dengan selaput penutup organ pencernaan yang bersifat sementara sampai dilakukannya operasi penutupan abdomen pada bayi tersebut.
Tindakan ini dikenal dengan menggunakan teknik SILO (silastic springs-loaded silo).
Hasil temuan Karina Dwi Saraswati (22), Fadila Nashiri Khoirun Nisak (22), Inas Fatimah (22), Fulky A’yunni (21), dan Claudia Yolanda Savira (21) ini bahkan menarik perhatian Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemenristek Dikti, yang kemudian memberi dana pengembangan penelitian melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM-PE).
Mereka mengemas hasil penelitian ini dalam judul “Studi In Vivo Poly-Lactid-Co-Glicolic-Acid (PLGA) dengan Coating Kitosan Sebagai Selaput Penutup Organ Pencernaan Untuk Aplikasi Kelainan Dinding Perut Yang Terbuka.”
Karina menegaskan, pada umumnya SILO tersebut terbuat dari bahan dasar silikon yang bersifat toksik, sehingga kelima mahasiswa FST UNAIR tersebut berhasil membuat selaput penutup organ pencernaan yang terbuat dari bahan poly-lactid-co-glicolic-acid (PLGA) dilapisi Kitosan yang bersifat biokompatibel -dapat diterima oleh tubuh- dan tidak mengandung senyawa toksik.
“Pemilihan material PLGA ini dikarenakan sifat PLGA tersebut elastis, biokompatibel, serta tahan degradasi dalam waktu yang cukup lama,” ujarnya.
Selain itu penambahan coating atau pelapisan kitosan ini dimaksudkan untuk meningkatkan biokompatibilitas, meningkatkan proliferasi dan cell attachment, sehingga yang diharapkan selaput penutup organ pencernaan dapat menutup organ pencernaan sementara sampai pada saatnya dimasukkan kembali ke dalam rongga abdomen.
Hasil pengujian gugus fungsi menunjukkan bahwa meningkatnya pita serapan pada bilangan gelombang 1747,50 cm yang merupakan gugus amida I menunjukkan keberadaan kitosan yang terbentuk bersama PLGA. Hasil kekuatan tarik untuk setiap variasi adalah 4,78 MPa (PLGA) dan 12,96 MPa (PLGA-kitosan).
Hasil Uji Sitotoksisitas PLGA-Kitosan menunjukkan persentase batas minimal sel hidup yaitu lebih dari 60%. Ini menandakan bahwa membran spring-loaded silo ini tidak bersifat toksik.
Selain itu, dari hasil Uji Morfologi tidak terlihat pori pada permukaan silo yang dikarenakan pori membran sangatlah kecil.
Ukuran pori ini sesuai untuk diaplikasikan sebagai selaput penutup sementara organ pencernaan yang memiliki ukuran pori 0,1–10 mikro. Pada saat ini diakui masih dalam tahap pengujian pada hewan coba, tetapi berdasarkan hasil uji secara in-vitro, membran poly-lactid-co-glicolic-acid (PLGA) yang dilapisi kitosan memiliki potensi sebagai kandidat selaput penutup organ pencernaan yang baik.