Bisnis.com, JAKARTA — Memimpin perusahaan pulp dan kertas di Indonesia bukanlah perkara mudah. Tony Wenas, Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper, menyadari beragam risiko terutama stigma masyarakat terhadap praktik pengusahaan hutan.
Belum lama ini, Bisnis.com berkesempatan mewawancarainya perihal strategi menghadapi kampanye hitam yang menghantui perusahaan dan industri. Berikut ini petikannya:
RAPP selalu disorot tiap kali kebakaran hutan terjadi. Bagaimana Anda menghadapi tudingan-tudingan negatif?
Yang menyebabkan kebakaran hutan adalah api dan itu tidak terjadi dengan sendirinya, karena pasti ada yang membakar atau menyulut.
Di sisi lain, kayu adalah adalah bahan baku utama kami, masa sih kami membakar bahan baku dari industri kami. Ini kan sama saja dengan pabrik tekstil membakar benang yang menjadi bahan bakunya. Itu jelas tidak masuk akal.
Yang kami lakukan adalah mengubah pemahaman yang menganggap seolah-olah pengelolaan hutan di Indonesia ini luar biasa jeleknya, semua membakar kiri dan kanan. Kami jelas tidak seperti itu, dan tidak mungkin membakar bahan baku kami sendiri.
Yang mungkin terjadi adalah perusahaan kurang siap, atau tidak memiliki manajemen dan tenaga ahli yang cukup untuk melakukan pencegahan, serta pemadaman saat terjadi kebakaran. Padahal kalau api sudah membesar, kita hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar turun hujan besar.
Bagaimana dengan isu lingkungan yang selalu dikaitkan dengan perusahaan produsen kertas?
Memang masih banyak orang yang berhitung; satu rim kertas itu berapa banyak pohon yang ditebang? Saya akan bilang, bukan soal berapa banyak pohon yang ditebang, tetapi justru berapa banyak pohon yang kami tanam.
Sebelum menebang pohon untuk dijadikan kertas, kami pasti akan menanamnya, dan kemudian kami tanami kembali. Jadi ini benar-benar terbarukan. Pulp dan kertas itu 100% plantation.
Saya juga akan mengatakan lebih baik kita mencetak dengan kertas, karena itu berasal dari kayu yang terbarukan. Seperti halnya di toilet, sebaiknya menggunakan toilet paper dibandingkan dengan pengering tangan yang menggunakan listrik karena menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya.
Apakah isu negatif mengenai industri kertas telah mempengaruhi perusahaan, karena mayoritas produksi kertas RAPP untuk ekspor?
Dampaknya memang ada, tetapi kami masih bisa jualan, dan tidak ada boikot. Kampanye hitam di luar negeri memang selalu ada. Padahal kalau kebakaran hutan itu semuanya rugi, masyarakat, pemerintah, perusahaan, dan lingkungan, semuanya rugi.
Dampak yang paling terasa adalah kami menjadi lebih sibuk untuk menjelaskan persoalan ini. Akan tetapi, itu memang tugas saya untuk menjelaskan kepada publik bahwa pengelolaan hutan di Indonesia tidak seburuk yang dibayangkan.
Intinya adalah tidak ada perusahaan kertas dan pulp yang membakar bahan bakunya, karena itu semua ada nilai uangnya.
Industri kehutanan Indonesia memiliki peluang yang sangat besar. Dari 10 juta hektare hutan tanaman industri, baru sekitar 4 juta hektare yang berproduksi, masih ada 6 juta hektare lagi yang belum berproduksi. Itu semua sudah ada izinnya, dan tidak akan terganggu dengan moratorium.
Serangan-serangan itu tentu datang dari pihak yang tidak ingin melihat kita maju. Negara maju itu sudah ratusan tahun mengelola hutan, sedangkan Indonesia baru 50 tahun mengelola hutan, masa diminta untuk berhenti. Itu tidak fair.
Industri kehutanan di negara-negara dengan empat musim memang tidak akan mampu bersaing dengan Indonesia. Matahari dan hujan yang konsisten di dalam negeri menjadi keuntungan tersendiri, karena mempercepat masa panen.
Di Indonesia, dalam 4,5 tahun, kayu yang sudah ditanam sudah bisa dipanen, sedangkan di negara empat musim memerlukan waktu lebih lama.
Bagaimana pandangan anda terhadap sikap pemerintah untuk mengatasi kampanye negatif tersebut?
Kami selalu melakukan sinergi dengan regulator. Perusahaan ini juga menjadi member asosiasi dan Kadin, yang menurut undang-undang adalah mitra pemerintah, dan mereka wajib berkonsultasi dengan Kadin sebelum mengambil kebijakan tertentu.
Staf kami juga secara rutin berinteraksi dengan pemerintah dari berbagai kementerian. Interaksi itu bukan dilakukan karena ingin dekat dengan pemerintah, tetapi memang kalau ingin mencapai kemajuan bersama, maka kami harus berkolaborasi dengan pemerintah dan masyarakat. (*)
BIODATA
Nama : Tony Wenas
Tempat, Tanggal Lahir: Jakarta, 8 April 1962
Pendidikan:
1985, S1 Hukum Universitas Indonesia
Riwayat Pekerjaan :
2015—sekarang, President Director PT Riau Andalan Pulp & Paper
2014—sekarang, President PT Berkat Resources Indonesia
2012—2014, Executive General Manager Intrepid Mines Limited
2010—2011, President & CEO PT Vale Indonesia Tbk.
2001—2010, Executive Vice President & Director PT Freeport Indonesia
1999—2001, Senior Manager Legal PT Pasifik Satelit Nusantara
1994—1999, Corporate Legal Manager PT Bakrie Communications Corporation