BISNIS E-COMMERCE 2016: Produk Kreatif Akan Menjadi Tren

Agnes Savithri
Senin, 4 Januari 2016 | 13:20 WIB
Ilustrasi. Bukan hanya tergantung suntikan dana investor. /Quartsoft
Ilustrasi. Bukan hanya tergantung suntikan dana investor. /Quartsoft
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Produk kreatif e-commerce diprediksi akan bertumbuh signifikan sejalan dengan perkiraan valuasi industri digital yang ditargetkan mencapai US$25miliar pada 2016.

Chief Executive Kibar Yansen Kamto mengungkapkan ada dua tren yang berkaitan dengan prospek e-commerce di 2016 ini. “Pertama, kebangkitan produk kreatif In donesia akan makin signifikan. Saya melihat tren. Artinya, kesadaran para penjual lokal di media sosial mulai berpikir untuk membangun platform e-commerce lokal yang lebih segmented dan niched,” ujar nya kepada Bisnis.com, Kamis (31/12/2015).

Pola perilaku tersebut, menurutnya, akan membuat produk lokal lebih mendapatkan tempat di hati konsumen, baik dari online store yang menjual pakaian desainer lokal hingga e-commerce yang memiliki sasaran pembeli lebih segmented.

Trend kedua yang akan muncul adalah tumbuhnya marketplace yang menyediakan layanan jasa akan semakin menjamur. Dia memprediksi akan banyak start-up baru dan membangun platform market-place untuk jasa seperti jasa bengkel, tambal ban hingga jasa pesulap.

“Namun, hanya yang jeli melakukan validasi kebutuhan pasar dan memberikan solusi kepada konsumen dengan akurat yang akan bertahan dan berkembang. Akan banyak challenge baru untuk start-up marketplace jasa yang sebelumnya sudah ada seperti jasa konsultasi dan training ,” paparnya.

Yansen menggarisbawahi kesulitan yang sering ditemukan oleh perusahaan rintisan di Indonesia adalah pola pikir yang salah. Pertama, membangun sebuah usaha idealnya adalah memberikan solusi untuk masalah yang ada. Sayangnya, saat ini lebih banyak ditemukan start-up yang hanya memikirkan pencarian investor.

Kedua, membangun usaha ideal nya berdasarkan validasi pasar dan target konsumen bukan dari asumsi. Namun, saat ini banyak start-up yang membangun usaha di bidang yang mereka sukai atau kuasai dari sisi teknik tanpa memahami kebutuhan pasar dari sisi supply dan demand.

Ketiga, membangun usaha itu harus berpikir menciptakan revenue stream yang sustainable secara long term. Bukan hanya tergantung suntikan dana investor. Banyak start-up yang bahkan tidak mengerti apa itu business plan, tidak memiliki business model yang jelas, serta tidak berpikir membangun fase per fase dengan KPI yang jelas di tiap fase-nya.

PROSES PANJANG

Berkaitan dengan kendala tersebut, Yansen menambahkan masalah tersebut merupakan bagian dari proses yang panjang dan tidak berjalan dengan mudah. Oleh karena itu, perlunya membangun semangat kolaboratif dari para stakeholders di ekosistem ini mulai dari pemerintah, komunitas, akademi, korporasi dan lainnya.

“Pada akhirnya pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator. Jadi ekosistem ini harus diperkuat dengan kolaborasi antar pemainnya. Ini karena kita masih di tahap yang sangat awal di pembangunan ekosistem ini,” ungkapnya.

Berkaitan dengan ekosistem e-commerce, untuk menarik investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merencanakan akan membuka investasi asing untuk marketplace hingga 67%.

Partner Convergence Ventures Donald WIhardja mengungkapkan saat ini investasi teknologi di Indonesia perlahan telah menjadi hal yang umum. Selain itu, pemerintah pun mulai mengambil peran besar mendorong tahap pertama investasi teknologi.

“Yang sebenarnya lebih penting adalah di sisi growth stage. Investasi sekitar US$5 miliar-US$10 miliar ke atas. Ini yang akan sangat dibantu dengan diperbolehkannya investasi asing sampai dengan 67% di marketplace. Sebagian besar tech startup skala besar memang marketplace dengan memberi sarana untuk penjual barang / penyedia servis kecil untuk menjual ke masyarakat,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (31/12/2015).

Donald menambahkan saat ini investor lokal belum berani bermain dengan nilai sebanyak itu kecuali konglomerat besar. Maka, peran 67% investor asing memang diperlukan untuk memperbolehkan marketplace kelas menengah Indonesia berkembang. ()

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Agnes Savithri
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Senin (4/1/2016)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper