Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan teknologi asal Finlandia, Jongla memprediksi pasar aplikasi di Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan pengguna internet di Indonesia. Karena itu, Jongla optimistis pihaknya dapat menarik satu juta masyarakat Indonesia untuk menggunakan aplikasi pesan instan Jongla.
CEO Jongla, Riku Salminen optimistis pihaknya dapat menarik konsumen pengguna aplikasi pesan instan lain seperti Whatsapp, Blackberry Messenger dan Line serta WeChat untuk beralih ke Jongla. Pasalnya menurut Salminen, Jongla memiliki berbagai fitur yang tidak dimiliki oleh aplikasi pesan instan yang lain, terutama dari sisi keamanan.
“Berkat aplikasi kami yang ringan, konten lokal dan juga pendekatan secara viral yang dihasilkan oleh Open Jongla, kami bertujuan untuk memiliki lebih dari 1 juta pengguna Jongla dari Indonesia,” tutur Salminen kepada Bisnis dalam pesan singkatnya di Jakarta, Minggu (1/11/2015).
Dari sisi keamanan, Salminen menjamin sepenuhnya privasi dari pengguna aplikasi Jongla. Menurutnya, aplikasi Jongla telah dilengkapi dengan enkripsi yang cukup canggih, sehingga riwayat chat penggunanya tidak akan mudah bocor, seperti yang terjadi pada Whatsapp.
“Kami menjamin keamanan pengguna kami,” ujarnya.
Selain itu, Salminen juga mengemukakan Jongla memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan aplikasi pesan instan lainnya. Selain ukuran yang cukup ringan, Jongla juga memiliki fitur Sound Candy, yang dapat menambahkan efek suara unik untuk menyuarakan pesan, membebaskan kreativitas pengguna dengan cara yang baru.
“Fitur terbaru Open Jongla, memungkinkan pengguna Jongla untuk mengirim pesan ke siapa saja tanpa peduli aplikasi chat yang digunakan oleh kontakny,” tukasnya.
Seperti diketahui, The Electronic Frontier Foundation (EFF) dalam laporan tahunannya telah mengungkapkan bahwa aplikasi WhatsApp merupakan aplikasi terburuk dari sisi keamanan privasi penggunanya. WhatsApp bersama dengan AT&T hanya mendapat satu bintang dari lima indikator penilaian yang tersedia pada penilaian EFF. EFF juga menyebutkan perusahaan lain yang dianggap kurang aman dan berada pada posisi di atas WhatsApp adalah Google dan Microsoft. Keduanya mendapat tiga bintang.
Menurutnya, ke depan para petani akan diberikan bibit yang lebih memacu produktivitas seperti bibit hibrida yang telah dikembangkan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional dengan capaian produksi 8 hingga 9 ton beras per hectare.
“Kami juga akan arahkan agar para petani bisa memproduksi bibit secara mandiri dengan syarat sudah tersertifikasi baik untuk pemakaian atau pun bisa dipasarkan ke luar daerah,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel