Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian menaruh harapan besar kepada Menteri Perdagangan Thomas Lembong untuk mengawal kebijakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) ponsel 4G LTE.
“Kami mendorong agar Pak Lembong bisa kompak seperti halnya Pak Rachmat Gobel kemarin. Kalau tiga kementerian saling melengkapi dan tidak saling menyalahkan kan enak,” ujar Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito kepada Bisnis.com di Jakarta, Rabu (19/8/2015).
Sebagaimana diketahui, Indonesia secara resmi memiliki payung hukum TKDN setelah pada awal Juli lalu Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menandatangani Permen tentang Persyaratan Teknis Alat dan Perangkat Telekomunikasi Berbasis Standar Teknologi LTE. Ponsel 4G LTE diwajibkan memuat kandungan lokal sebesar 30% pada 1 Januari 2017.
Setelah itu, Menteri Perindustrian merevisi Permenperin No. 69/2014 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN Industri Elektronika dan Telematika. Sementara Kementerian Perdagangan berjanji untuk tidak mengizinkan impor ponsel bila gagal memenuhi TKDN.
Kala itu, Menteri Perdagangan masih dipegang oleh Rachmat Gobel. Pekan lalu, bos Panasonic Indonesia itu melepas jabatannya ke Thomas Lembong pasca kocok ulang Kabinet Kerja.
Warsito mengenang kekompakan tiga kementerian berhasil menghalau tekanan-tekanan dari luar yang tidak ingin kebijakan TKDN terbit. Bahkan, merek-merek besar seperti Apple dan Blackberry yang sedari awal menolak, luluh setelah permintaan mereka diakomodasi.
“Kalau kita mau duduk bersama-sama tekanan-tekanan seperti itu anggap saja angin lalu,” ujarnya.
Warsito meyakini pergantian pucuk pimpinan kementerian dari Gobel ke Thomas Lembong tidak berimbas pada perubahan kebijakan 4G LTE. Bahkan, dia menilai Thomas Lembong akan berani menerapkan subsidi impor guna meningkatkan pemakaian produk dalam negeri.
Dengan latar belakang finansial yang kuat, Mendag dapat menyiapkan sumber-sumber pendanaan baru buat melindungi persaingan dagang Indonesia.
“Di era Masyarakat Ekonomi Asean nanti kita harus punya kalkulasi kapan bertahan kapan menyerang. Jadi harus ngomong dulu: ‘Hei industri sudah cukup mampu untuk pasar dibuka?’ Kalau langsung dibuka dan tidak siap, matilah kita semua!”