Bisnis.com, JAKARTA – Pendaratan Neil Armstrong di Bulan 45 tahun silam memukul harga diri orang Rusia dalam perlombaan ruang angkasa dengan seterunya, Amerika Serikat.
Namun, obsesi mendarat ke Bulan itu coba dihidupkan kembali oleh Badan Antariksa Rusia, Roscosmos.
Sebagimana dilansir The Moscow Times dari Interfax, Jumat (22/8/2014), Roscosmos dikabarkan tengah menyusun proposal misi ke Bulan yang bakal menelan anggaran sebesar 230 miliar rubel (US$6,3 miliar).
Dana sebesar itu dialokasikan untuk empat bagian, dari perencanaan hingga peluncuran yang akan dilakukan setelah 2025.
Pertama, sebanyak 152 miliar rubel (US4,2 miliar) digunakan untuk membangun fasilitas peluncuran roket super berat baru di Kosmodrom Vostochny, wilayah Timur Rusia.
Kedua, sekitar 60 miliar rubel (US$1,6 miliar) dipakai untuk pengembangan dan uji komponen roket.
Peluncuran sendiri akan melewati dua fase. Pada fase pertama, roket akan mendorong pesawat luar angkasa plus roket sebesar 80 ton ke orbit Bumi bawah. Setelah itu, roket kedua akan mengirimkan pesawat seberat 20 ton ke orbit Bulan.
Ketiga, sekitar 14 miliar rubel (US$3,8) diperuntukkan buat perbaikan industri manufaktur ruang angkasa yang mati sejak runtuhnya Uni Sovyet.
Terakhir, dana 2 miliar rubel (US$ 55) dipakai untuk mengembangkan proposal desain pangkalan yang dapat ditinggali manusia di sana. Sebab, Rusia tidak hanya ingin mendaratkan orang, tapi juga berdiam di sana.
Sementara Negeri Beruang Merah hendak ke Bulan, Amerika Serikat tengah menyusun misi penerbangan ke Mars dan asteroid.
Proyek bernama SLS yang digodok NASA itu diperkirakan akan menghabiskan US$15 miliar, meski kritik mengatakan biaya tersebut dapat membengkak.