Industri Televisi Lokal Mulai Perang Tarif Iklan

Ria Indhryani
Rabu, 13 November 2013 | 16:35 WIB
Bagikan

Bisnis.com, BANDUNG—Stasiun televisi di Bandung memberlakukan tarif murah demi memenangi perebutan kue iklan di pasar lokal yang porsinya sangat kecil.

Pemimpin Redaksi PT Indonesia Musik Televisi (IMTV) Ilmi Hatta mengemukakan penerapan tarif ini terjadi menyusul semakin menjamurnya jumlah lembaga penyiaran TV di daerah ini.

Menurutnyas, biaya produksi TV sangat besar sehingga separuh jam tayang IMTV dipasok program dari Media Nusantara Citra (MNC) untuk menekan biaya operasional yang cukup tinggi.

IMTV menghabiskan biaya operasional Rp75 juta per bulan. Perusahaan memasang tarif iklan paling murah Rp150.000 untuk spot 30 detik. Bahkan, beberapa stasiun TV lokal menerapkan tarif hanya Rp30.000 per spot.

“IMTV sendiri jika hanya mengandalkan iklan komersial tidak bisa menutupi biaya produksi dan operasional perusahaan,“ katanya, Rabu (13/11/2013).

Ilmi menjelaskan untuk mengakalinya IMTV tidak hanya menjual space iklan komersial melainkan juga penjualan blocking time.

Berdasarkan Peraturan KPI No.03/P/KPI/12/2009 tentang Standar Program Siaran (SPS), blocking time adalah pembelian waktu siar untuk dimanfaatkan bagi penyebarluasan informasi dan kepentingan pihak tertentu.

Materi blocking time dapat diisi salah satunya dengan sosialisasi calon legislatif daerah atau iklan pengobatan alternatif lokal.

“Jika mengandalkan iklan dari perusahaan, tentu mereka lebih memilih mengiklan di TV nasional, karena jangkauan siarnya lebih luas,” tegasnya.

Sementara itu, Komisioner Bidang Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jabar Nursyawal menilai tarif iklan murah TV lokal menjurus pada persaingan tidak sehat.

Menurut dia, iklan TV lokal sekarang ini terlalu murah, bahkan tidak sebanding dengan biaya produksi dan operasional yang dikeluarkan.

“Tarif satu spot iklan TV lokal sudah hampir sama dengan tarif spot iklan di radio,” ungkapnya.

Seharusnya tarif iklan TV dan radio ini memiliki selisih yang cukup renggang dengan besaran nilai produksi antar dua lembaga penyiaran yang berbeda platform. Radio umumnya memasang tarif iklan Rp200.000 per spot.

Di sisi lain terjadi kesenjangan antara tarif iklan TV nasional yang berlaku sekarang ini sekitar Rp20 juta per spot. Akan tetapi, tarif iklan TV lokal hanya Rp300.000.

Padahal, komposisi biaya produksi iklan, baik pada TV lokal ataupun nasional bisa dipastikan sama.

Dia menilai biaya produksi tinggi serta pendapatan iklan yang terbatas ini dapat merusak struktur pasar TV dan radio.

"Ini bahkan akan terus ikut menyesuaikan bahkan hingga titik yang tidak lagi ada batasnya.”

Disamping itu, lembaga penyiaran tersebut tetap dituntut untuk eksis dengan kondisi pasar yang seharusnya membuat perusahaan merugi.

Dampak lebih lanjut, standardisasi gaji karyawan semakin tertekan untuk karena harus menutupi biaya produksi dan operasional.

Nursyawal menambahkan masyarakat juga harus merasakan dampak ini yang terlihat dari program siaran yang tidak maksimal.

Menurutnya, lembaga penyiaran tidak akan lagi memenuhi hak publik sebagai penerima informasi, hiburan, dan pendidikan untuk mengembangkan potensi diri.

“Secara makro, memang sistem penyiaran di Indonesia yang tidak berjaringan akan berdampak pada kondisi pasar yang tidak baik khususnya di daerah,” ujarnya.  (ra)

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ria Indhryani
Editor : Rustam Agus
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper