BISNIS.COM, JAKARTA--Indonesia hingga kini masih kekurangan peneliti di bidang konstruksi, sehingga sektor infrastruktur masih mengandalkan alat berat dari luar negeri.
"Kita kekurangan ahli dan peneliti di bidang konstruksi alat berat. Padahal konstruksi untuk infrastruktur sangat penting," kata I Wayan Budiastra, Staf Ahli bidang Transportasi Kemenristek, Senin (24/6/2013), dalam diskusi Inovasi Teknologi Konstruksi Alat Berat untuk Pembangunan Infrastruktur, yang diadakan Masyarakat Penulis Iptek (Mapiptek).
Menurut Wayan, sebagian besar alat berat yang digunakan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, berasal dari luar negeri. Akibatnya sampai sekarang Indonesia belum memiliki sendiri industri di bidang tersebut.
Untuk itu, lanjutnya, perlu dukungan para peneliti agar impian Indonesia pada 2025 memiliki industri alat berat sendiri terwujud. "Sayangnya, para peneliti kita belum banyak yang tertarik untuk berkontribusi dalam industri alat berat," ungkapnya.
Dia mengatakan Kementerian Riset dan Teknologi sudah memberikan ruang kepada para peneliti untuk meneliti di bidang itu. Namun, belum ada proposal yang masuk. "Hal ini mungkin karena belum adanya sarana dan prasarana riset alat berat di sini," ujarnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kemenristek akan memfasilitasi kerja sama peneliti dengan industri alat berat agar muncul inovasi baru yang dibutuhkan industri itu.
Selain itu, Kemenristek mendorong peneliti berkunjung ke industri alat berat di tempat lain, sehingga mereka bisa mengetahui lebih jauh teknologi yang dibutuhkan industri ini.
Melalui program ini, lanjut Wayan, diharapkan bisa terbentuk suatu industri yang terintegrasi dengan berbagai komponen. "Saat ini belum ada. Padahal peluang industri alat berat sangat besar untuk pembangunan infrastruktur dalam menunjang MP3EI," ungkap Wayan.
Willy Rumondar, Deputy Presdir PT Intraco Penta Prima Service, menambahkan pembangunan infrastruktur tanpa rencana akan menghabiskan anggaran.
"Lihat saja sering kita lihat jalan yang baru dibangun dalam beberapa bulan kemudian rusak. Apa yang menyebabkanya. Apa karena alat berat yang digunakan tidak sesuai atau material yang digunakan tidak kuat. Ini perlu dipertanyakan," katanya.
Menurut dia, kondisi infrastruktur yang rusak, berimbas pada menurunnya peringkat daya saing Indonesia. Distribusi bahan pangan jadi terhambat, biaya distribusi membengkak, dan masyarakat harus ikut menanggung membeli bahan pangan itu dengan harga yang cukup mahal," ujar Willy.
Yaya Supriyatna, Kepala Bidang Material dan Peralatan Pusat Pembangunan Sumberdaya Investasi Kementerian Pekerjaan Umum, menuturkan untuk membangun industri alat berat diperlukan keahlian merekayasa desain yang berbeda, dengan yang dibuat orang lain. Perjalanan menuju terbangunnya indusrti alat berat masih cukup panjang.
"Kalau pun ada riset yang dihasilkan di bidang ini, belum diimplementasikan ke industri. Akhirnya hasil riset itu tersimpan saja di laci," ungkapnya.