Muhammad Hadi Bilid : Impossible Is Nothing

Sitta Husein
Rabu, 10 April 2013 | 08:35 WIB
Bagikan

Sejak muda, Muhammad Hadi Bil’id, sudah menempa mental menjadi entrepreneur. Passion-nya dalam ilmu dagang, dan keuletannya membangun jejaring menjadi modal utama merintis usaha.

 

Sebagai chief Executive Officer, purtar asli Mataram ini siap mengembangkan bisnis di luar sektor energi dan inftastruktur, di bawah bendera Valco Corporation. Berikut wawancara Bisnis dengannya baru-baru ini :

Bisa diceritakan bisnis dan perjalanan karier Anda?

Awalnya, ‘dipaksa’ menjadi pedagang, maklum saya sendiri dari keluarga pedagang. Tak ada pilihan, setelah menikah harus mandiri. Sejak muda saya memang berpikir ingin jadi pengusaha. Jadi sejak kecil, pola pikir, tingkah laku arahnya kesana. Dalam perjalanan, di dunia dagang sudah mengalami jatuh bangun, sehingga saya makin hati-hati ambil keputusan.

Kami [Valco] dulu namanya Rizki Valia Utama berdiri 1986. Bisnis kami mulai [di Nusa Tenggara Barat] dari bisnis konstruksi, modalnya nama baik keluarga. Dalam 4 tahun berbisnis, omzet sudah Rp5 miliar setahun. Padahal umur [saya] baru 25 tahun. Kemudian saya pindah ke Jakarta.

Saya masuk organisasi KNPI, Hipmi. Saya cari-cari proyek ke PLN. Lalu sempat juga masuk management trainee semacam program calon pimpinan bank untuk belajar aspek perbankan. Ketika tamat menjadi asisten manajer, disinilah saya belajar mengambil keputusan ha-ha-ha. Lalu saya masuk kontraktor sipil PU, merasa bukan bidangnya, saya pelajari mekanisme tender di PLN.

Kemudian ke bisnis energi?

Jadi karena menyadari potensi saya di marketing, maka saya cari kerja di bidang ini. Dari komunikasi yang saya jalin terus dengan teman-teman organisasi saya dapat informasi akan adanya pembinaan dari Pak IB Sudjana [Mentamben masa orde baru] untuk pengusaha muda. Setelah itu, saya mulai bisnis dengan membantu mencarikan proyek untuk perusahaan yang mengalami hambatan dalam relationship, meski secara finansial tidak masalah. Lumayan ada proyek baja, sedikit demi sedikit. Dari sini saya dapat komisi 4%. Merasa nyaman di situ sampai akhirnya saya bertemu Black and Veatch, salah satu kontraktor engineering, procurement, construction [EPC] terbesar dunia yang beroperasi di 150 negara. Namun, mereka punya masalah dengan PLN karena terkena aturan larangan consulting business tidak boleh masuk ke EPC business.

Lalu mereka cari proyek, saya dekati, yakinkan, lalu mereka meng-hire saya dengan kerja sama joint venture. Keti ka itu saya tidak mau digaji standar mereka, saya tawarkan US$2,5 juta setahun dengan kurs Rp1.500/dolar AS. Ditantang untuk meraih proyek di Jatim, saya pelajari, saya berikan analisis, mereka pun berhasil mengalahkan perusahaan Korea di proyek itu.

Bermitra dalam bendera Valco?

Ya, 1993 saya dirikan Valco. Saya maunya go international. Saya desain sendiri peusahaan ini tanpa konsultan karena saya yakin kalau orang lihat pola piker kita benar mereka akan percaya. Saya mengelola 6.000 karyawan yang terdiri dari 100 ekspatriat dan 5.900 karyawan lokal. Ketika krisis 1997 dan puncaknya 1998, Black and Veatch sempat ‘lari’, saya berusaha menjelaskan kondisi di Indonesia sehingga investor mau kembali lagi ke Indonesia. Selain bantu negara, ini juga agar saya bisa hidup di negeri sendiri. Bahkan saya atur pertemuan mereka dengan wapres. Kemudian 1999 saya reorientasi kembali bisnis saya. Sebelum reformasi, sulit untuk masuk [ke proyek] Pertamina. Akhirnya saya masuk dengan menjadi agen perusahaan Kanada, Precision Drilling.

Bagaimana kemudian bisnis Anda berkembang?

Saya sempat belajar dengan Pak Ibrahim Risjad [pengusaha, Risjadson Investment Holding], hingga 2007, tips-tips beliau saya ikuti. Saya juga tetap menjaga network, sistem filing juga bagus. Koleksi saya 15.000 kartu nama dan ini masih ada sampai sekarang ha-ha-ha. Tapi karena kesibukan, saya lalu mengandalkan alat komunikasi agar selalu tersambung. Ini penting untuk peluang bisnis.

Lini bisnis yang Anda kembangkan saat itu?

Jadi saya fokus, dan kemudian mengembangkan bisnis ke bidang food, energi, trading, dan investment. Pada 2007, bisnis saya tetap jadi agen, tapi juga investasi. Pada 2008, saya keliling ke simpul-simpul uang dunia. Spend US$2 juta, sewa jet, hire advisor untuk finansial, membuat proposal dan jalan. Pada 2007, kami pernah mau beli aset Medco dan Bakrie tetapi gagal dan belum berhasil sampai sekarang. Namun, kami tidak putus asa. Jika suatu saat ada peluang, kami siap. Sekarang bisnis kami tetap di investment. Di tengah dunia bisnis yang bersaing profesional, ini menjadi kelebihan dan murni hasil kerja.

Background pendidikan Anda Agribisnis, mengapa tertarik di bisnis investasi?

Dulu mau kuliah ke reputable university, nggak ada dana. Lama-lama saya pacu diri saya dengan membeli buku dan belajar dari buku meski tidak bisa sekolah MBA. Saya baca buku Think Like MBA in Harvard, dan koleksi buku-buku MBA, buku kiat sukses orang besar seperti Jack Welch, dan lainnya yang inspiratif.

Termasuk juga buku tentang Nabi Muhammad, saya pelajari kelebihan dan kekurangannya di dunia dagang. Ini mengins pirasi saya membuka wawasan ke bidang lain. Menurut saya kuliah itu untuk memperbaiki practical of thinking saja, bukan untuk menguasai bidangnya. Saya kuliah di pertanian tapi dari awal saya sudah kerja jadi supplier alat tulis kantor, dan kontraktor sipil untuk memperbaiki kantor gubernur. Ayah saya punya bisnis SPBU pertama di Mataram, NTB, tahun 1972. Saat itu tidak banyak pengusaha Mataram dan proyek juga kurang.

Apa keputusan paling fenomenal menurut Anda dalam berbisnis?

Keputusan saya pada 2007 saya mulai ke investment, saya merasa bisnis tidak sekadar teknis, ternyata bisnis keuangan juga menarik. Dari konferensi internasional yang saya ikuti kemudian saya mengenal banyak orang, antara lain Prince Bandar dari Arab Saudi, anaknya Donald Trumph dan lainnya. Akhirnya saya masuk bisnis keuangan. Intinya, kita harus berani ambil keputusan dan timing-nya juga harus tepat. Tidak semua bisnis dapat dihitung secara matematis, kadang karena timing-nya pas, dan insting bagus kita bisa ambil keputusan secara tepat. Bisa berhasil bisa tidak, tetapi dari sini kita belajar. Ada berapa kali saya ambil di upstream business, akhirnya dari sini saya belajar.

Anda tak pernah berhenti belajar ya?

Ada yang bertahun-tahun berinvestasi miliaran tapi tidak ngerti-ngerti. Prinsip saya, pengetahuan dan pendidikan sangat penting, berapa pun modalnya, saya bela-belain. Mulai tahun ini, saya akan perkuat second layer. Saya sendiri ingin mengambil executive program untuk mencari ilmu dan juga teman di Harvard atau manapun.

Kadang orang sudah tidak lihat lagi disiplin ilmunya apa. Di dunia dagang yang dilihat kejujuran, disiplin, dan keberanian mengambil keputusan. Artinya, misalnya tidak sanggup saya akan bilang dari awal [dan sebaliknya], karena bagi pengusaha yang penting adalah kepastian. Simple.

Bagaimana pandangan Anda dengan kebijakan pemerintah, BBM misalnya?

Bukannya saya pro kenaikan harga BBM ya, saya juga tidak ada hubungan dengan politik atau kepentingan orang lemah ya. Menurut saya, kalau semua subsidi ditarik, ini akan baik buat jangka panjang, asalkan subsidi ini bersih disalurkan ke pendidikan, atau infrastruktur. Jika sistemnya benar, itu bagus. Kalau tidak ada subsidi pemerintah tidak perlu member garansi untuk PLN. Ini juga bukan kesalahan direksi di Pertamina, menjadikannya agent of development.

Mungkin jika lini bisnis agent of development dan yang profit oriented dipisahkan, BUMN kita akan mandiri dan besar. Reserve kita jauh lebih besar dari Petronas, Malaysia. Jadi agent of development penyediaan tenaga listrik nanti oleh perusahan lain, apakah itu subsidi pemerintah atau lainnya silakan. Tugas agent of development bukan tugas untung. Sementara kalau rasio-rasionya bagus bank pun akan kucurkan dana terus.

Menurut Anda, apa factor penentu menjadi pengusaha?

Integrated ya. Calon pengusaha harus punya driving force, semangat menjadi pengusaha. Untuk mencapai itu ya harus belajar. Lingkungan keluarga mungkin berpengaruh. Contoh, ayah saya pengusaha setelah selesai menjabat wagub di NTB. Kedua kakek saya pun pengusaha, yang satu usaha emas dan yang satu usaha hasil bumi, jadi keluarga berpengaruh tetapi di sisi lain kebijakan pemerintah juga berpengaruh.

Contoh di luar negeri, tidak banyak pengusaha mudanya. Ini karena growth-nya sudah tidak terlalu tinggi. Semua sudah stabil (in place) sehingga peluang kelas menengahnya adalah karyawan. Di negara kita, yang masih growing selalu ada peluang. Di negara yang sedang tumbuh, tidak banyak yang mengerti dan pandai melihat dari sisi big picture-nya. Jadi, pengusaha itu harus bermental berani karena tidak punya pensiun, dan kalau susah, dari pengalaman, nggak ada yang bantu ha-ha-ha.

Apa kiat Anda memilih menjadi pengusaha?

Saya yakin dengan keputusan saya. Saya review diri saya, dan akhirnya ini terkristalisasi ke bisnis. Memang saya sadari harus ada modal yang material, tetapi menjadi pengusaha tidak harus meraih MBA dulu. Namun, kalau punya basic ilmu bisnis dan punya intuisi, pasti akan menjadi pengusaha yang lebih baik. Modal saya sistematical of thinking, lalu berusaha memelihara hubungan, lalu minimalisasi kesalahan sehingga semua ini membangkitkan rasa percaya diri. Tidak semua apa yang kita inginkan pasti berhasil ya, tetapi mental tetap harus kuat, 1.000 kali jatuh, 1.001 kali ba ngun. Dengan begitu kita bisa belajar dan jangan geng si belajar kepada siapapun, terbuka dengan koreksi dan sportif.

Obsesi Anda sebagai pengusaha?

Tentu orientasi pengusaha pasti profit ya, tetapi lebih dari itu InsyaAllah saya ingin bermanfaat untuk orang lain, merekrut karyawan sebanyak mungkin. Pasti ada perasaan senang bila bisa membahagiakan orang lain. Selain itu, suatu saat ingin bsia bersaing di dunia, berbisnis tambang di Australia, atau Afrika Selatan. Kebetulan relasi di worldwide sudah kuat.

Bisnis apa saja yang sedang Anda kelola?

Sekarang mineral, perminyakan, electrical, saya juga sedang merintis bisnis water di beberapa daerah. Saya juga nggak mau greedy sebagai pengusaha, saya juga mau share, karyawan dan partner juga saya perhatikan. Kami investment company, saat ini ada 50 karyawan di korporat.

Target dalam waktu dekat?

Tahun ini mudah-mudahan kami dapat mencapai target sampai US$1 billion company dari sisi aset.

Apa saja kekuatan dari Valco?

Secara international network kami kuat. Kami ingin menjadi pengusaha masa depan yang religius. Nilai yang kuat yang kami tanamkan adalah impossible is nothing. Artinya coba terus, tidak ada yang tidak mungkin. Jangan cepat menyerah.

Siapa tokoh manajemen dan inspirator Anda dalam berbisnis?

Saya ambil dari buku-buku orang besar [di dunia bisnis] yang punya kelebihan ya, ada yang inovatif, fokus, ada yang mau turun ke layer bawah memastikan efektivitas perintahnya sampai di bawah. Terobosannya ini coba saya ambil dan kedepankan persuasive agar ide brilian karyawan juga bisa muncul. Yang berjasa, pertama, orangtua, lalu Pak IB Sujana dan Pak Ibrahim Risjad. Saya rasakan apa yang mereka nasehatkan. Mereka mentor saya. Bisa mengubah pola pikir saya. Mereka ajarkan saya fokus mencapai target, meski entrepereneur tidak pernah puas ha-ha-ha.

Ada kiat-kiat bisnis khusus, bagaimana membangun teamwork?

Sebelum masuk ke dunia bisnis kita harus pelajari dan kuasai dulu dengan SWOT analysis. Saya selalu mencoba mencari format yang tepat untuk teamwork, karena formatnya setiap zaman berbeda. Saya cari akal agar karyawan bisa kompak dan saling mengisi, kesejahteraannya bisa saya perhatikan.

Bagaimana persepsi Anda dengan investor yang suka hit and run?

Saya bukan termasuk yang bertipikal hit and run. Ada yang begitu tetapi saya bukan. Bagi saya, investor mau exit silahkan saja. Saya akan bayar keuntungannya sesuai agreement, jadi dia happy dan saya mau stay. Namun, hit and run juga bukan berarti jelek, karena mereka juga sudah investasi dan transfer ilmu. Prinsip saya tidak pelit saran dan berikan peluang bisnis kepada siapapun. Dampaknya [positifnya] juga ke saya, peluang datang dari manapun. Tidak ada rezeki yang tertukar.

Bagaimana Anda menikmati hidup?

Saya mantan atlet nasional karate mewakili NTB. Tiap hari saya berolah raga enam kali seminggu, saya terhibur dengan ini. Saya juga aktif di Aikido. Olah raga ini bukan untuk jago-jagoanya ha-ha-ha. Prinsip sportif, jujur, disiplin dalam olah raga juga penting untuk bisnis. Kombinasi olah jiwa, otak dan practice. Jadi agar selalu siap. Hobi lainnya, motor gede, musik, masak, mobil sport, koleksi miniatur. Semua semata-mata untuk stress release.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Sitta Husein
Editor : Others
Sumber : Roni Yunianto & Moh. Fatkhul Maskur
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper