Dato Khairussaleh Ramli : 'Tugas Menjalankan Amanah'

News Editor
Rabu, 17 Oktober 2012 | 07:57 WIB
Bagikan

Pengalaman panjang di industri keuangan membawa Dato’ Khairussaleh Ramli, terpilih menjadi Presiden Direktur PT Bank Internasional Indonesia Tbk. Bisnis berkesempatan mewawancarai sosok chief financial officer yang pernah meraih penghargaan Malaysia’s CFO of the Year 2011 dari Finance Asia ini, berikut petikannya.

Sejak Dato’ masuk ke BII, kami yakin Anda diberi tugas menyukseskan refloat yang harus dilakukan oleh Maybank. Bisa digambarkan situasinya?

Refloat. Hahaha... Saya memang rasakan BII potensinya begitu tinggi. Kami ini sudah berada di dalam top ten banks. Kami nomor sembilan dari segi aset. Dan saya, bila saya lihat secara historis, kami nomor tujuh pada 2007. Jadi kami kembalikan posisi kami ke posisi ketujuh dalam masa terdekat. 

Persaingan semakin ketat, lalu tugas apa yang paling sulit?

Kami memiliki kumpulan karyawan yang bersemangat. Jadi, yang harus kami lakukan adalah memberi direction, dan tujuan kami yang jelas. Apakah yang perlu dilakukan dalam masa terdekat, dan medium term, dan target-targetnya. Dan mengatakan yang kita harus kerjakan bersama sebagai satu tim. Team work, bagi saya ini yang paling pertama sekali untuk kita capai, objektif dan strategi! 

Lalu strategi apa yang ditempuh?

Kami telah melihat strategi yang ada, tempo hari, sekarang ini kami mau refresh. Jika saya bisa baca strateginya, saya katakan ini sebagai strategi statement, tujuan strategis. Menjadi bank terkemuka di Indonesia, dan hadir di tengah-te­ngah komunitas, memberikan layanan melalui produk dan solusi yang sesuai dengan kebu­tuh­an nasabah, serta layanan yang berkualitas.

Ini strategi statement, sebab bila kami diskusi dengan tim, dan merujuk pada profil bisnis, kami punya hubungan yang kuat dengan pelanggan kami, selalu fokus dengan mass afluent, small medium enterprise [SME]. 

Apakah dengan micro [banking] tidak?

Mikro belum, tapi kami mau evaluasi peluang untuk ke mikro, karena dari segi ekonomi Indo­nesia masih banyak peluang di mikro. Dari sta­tistik Bank Indonesia, 60% penduduk Indo­nesia masih unbank. Kami mau evaluasi mikro juga. 

Apakah ada rencana di-spin-off?

Kemungkinan besar kami mau menggunakan unit usaha syariah dulu. Kami mau bina kapabilitas dalam unit usaha syariah sebagai satu product factory. Ini akan memberi nilai tambah produk kepada bisnis kami, kepada bisnis di konsumer, SME dan korporat.Dan dari segi ritel, kami mau lihat bagaimana cabang kami dapat menyediakan channel, juga bisnis syariah kepada, mungkin cabang-cabang syariah yang khusus. 

Strategi yang bagus tercermin dari harga saham di market. Bagaimana rencana memperbesar kapitalisasi pasar?

Dulu saya chief financial officer grup, dan saya selalu menekankan bahwa sebagai perusahaan dan manajemen, tanggung jawab kami adalah mengembangkan fundamental. Setelah fundamental dikembangkan, investor akan melihat, kami akan melihat bagaimana jika mereka membeli saham, ini kami pulangkan kepada mereka. Jadi pada saya. 

Dalam konteks return berarti?

Ya, jadi pada saya, kami tidak mau apa itu [memasang target] market capitalization atau share adalah tugas investor. Tugas kami adalah improve fundamental dan meningkatkan performance.  Jika kami improve fundamental dan performa, ini akan terefleksikan pada harga saham. 

Kembali pada sells down, itu topik yang begitu hangat. Market menunggu?

Ya, karena market menunggu. Shareholders kami yang diminta oleh Bapepam untuk mengurangkan pegangan mereka kepada 80% dan ini pun bisa di-extend jika harganya rendah dari awal cost of investment, supaya investor, shareholders kami tidak mengalami kerugian. Jadi sekarang harga mungkin masih di bawah.

Dari sisi shareholders mereka akan coba dengan daya upaya untuk melakukan sells down. Tapi jika mereka harus lakukan mereka tidak mau lakukan, ada lost. Tetapi efeknya mereka kan teruskan dan update kepada Bapepam tiap 6 bulan, begitu. Jadi komitmen memang ada, cuma eksekusinya berdasarkan pada harga pasar. Jadi sekarang ini harga pasar lebih rendah dari cost investment. 

Sudah ada konsultan yang ditunjuk untuk membantu, atau dipantau sendiri?

Dipantau sendiri. Saya ingin menekankan tugas ini bukan tugas BII. Tugas ini adalah tugas shareholders, Maybank, saya serahkan kepada mereka. Dulu tugas CFO, tetapi sekarang fokus saya kepada BII, untuk improve performa BII dan untuk meningkatkan profile di sini. 

Sejak masuk BII, kira-kira keputusan dilematis apa yang pernah Dato’ ambil?

Being a presdir [presiden direktur] you have to make decisions whether they are difficult or not.

Saya tidak tahu, tapi bagi saya, hal terpenting sebagai presdir adalah Anda harus mengambil keputusan. Kadang boleh jadi benar, kadang boleh jadi salah, bukan?

Tapi yang terburuk, adalah menjadi manajer yang tidak membuat keputusan. So, membuat keputusan adalah hal yang penting. Tapi jelas, untuk contoh, saya akan ambil keputusan dengan diskusi terlebih dulu. Diskusi dengan BOD [dewan direksi], BOD punya sudut pangdang berbeda-beda. Sesudah itu, dari diskusi, keputusan kami eksekusi lagi. 

Apa yang utama menurut Anda, saat mengambil keputusan?

Ada kultur yang mau saya tekankan, yaitu terbuka, jujur, percaya, sebagai leader. Saya akan coba daya upaya untuk perkara ini.

Pertama, be authentic-lah as a leader. So, ketika staf saya melihat saya, mereka akan langsung percaya dengan apa yang saya katakan. Anda tahu, apa yang menjadi aspirasi saya sebagai pemimpin.

Kedua, transparan. Outentik ini penting untuk mendapat trust. Jika leader tidak dipandang otentik, trust-nya susah sekali dan sebanyak mungkin transparan dalam maksud dan eksekusi. Saya coba mengingatkan diri saya untuk selalu melihat prinsip-prinsip ini. 

Pernah membuat keputusan keliru dan Anda sesali?

Tidak juga. Jujur saja, saya tidak pernah berekspektasi menjadi Presdir BII pada awalnya. Terakhir, ketika saya masih muda, saya tidak pernah bermimpi menjadi Presdir BII di Indonesia.

Tugas saya hanya menjalankan amanah. Amanah yang telah diberikan dalam apa pun pekerjaan itu. Saya dulu sudah menjadi CFO di perusahaan Malaysia. Kemudian saya chief strategic officer di Talikong, perusahaan Malaysia, dan saya jadi CFO grup di Maybank, dan sekarang presdir di BII.

Jadi bagi saya, tiap-tiap posisi ini saya harus tahu dulu amanah yang diberikan oleh bos atau pemegang saham. Dan saya jalankan sebaik dan sejujur mungkin untuk mencapai target. Setelah itu saya serahkan kepada stakeholder saya untuk memberi penilaian. Bagaimana kinerja saya, ini prinsip saya. 

Ada keputusan paling monumental yang Anda ambil?

Buat saya monumental adalah meletakkan strategi baru. Membuat diagnosis. Seperti kebanyakan CEO, saya coba lakukan diagnosis dalam 100 hari pertama. 100 hari pertama saya berkomunikasi kepada karyawan soal arah tujuan, strategi dan target. Roadshow di tiap region, termasuk Jakarta.

Ini saya lakukan supaya mereka paham ambisi saya, ke mana mau membawa BII dalam 3-4 tahun mendatang dan apakah tugas-tugas mereka. Juga inisiatif-inisiatif dan tugas untuk mengeksekusi inisiatif-inisiatif tersebut. 

Saat krisis moneter 1998, BII hampir ditutup, 3 kali direkap, pada 2008 ada krisis. Fundamental apa yang Anda siapkan menghadapi krisis?

Kami belajar a set good corporate governance, manajemen risiko, kebijakan, dan proses.

Berdasarkan manajemen risiko, kami bisa kelola, monitor dan hitung risikonya. Kami juga lakukan stress test. Melihat skenario dan sebagainya untuk melihat posisi manajemen risiko apakah ok atau tidak, karena kami tidak dapat prediksi risiko akan terjadi atau tidak, jadi harus punya risk management framework dan tata kelola. 

Ada rencana aksi korporasi dalam waktu dekat?

Saya mengatakan kepada karyawan kita harus fokus kepada organik. Kon­tribusi mereka terhadap pertumbuhan organik, dan kami juga terbuka dengan pe­­luang MNE jika waktu­nya cocok dan harga juga co­­cok, semestinya, jika dapat persetujuan dari regulator.  

Kira-kira entitas apa?

Bisa vertikal atau horizontal. Maksudnya, kalau horizontal di antara bank, vertikal adalah mengembangkan bisnis lain seperti manajemen aset, asuransi. Kita sudah ada, Maybank Qbank, jadi bagaimana kita bersinergi dengan Maybank Qbank. Dalam hal ekspansi, skup bisnis kami akan bergantung pada skup saat ini.

Ada rencana raising fund lagi?

Kami masih grow dengan cepat, sekarang ini kurang lebih 25% tapi kami punya return on equity [ROE] cuma kurang lebih 15%, jadi ada gap di antara ROE dan pertumbuhan kami. Gap itu harusnya dipenuhi oleh additional capital rising, jika tidak, kami tidak bisa grow. Dan kami mau grow. Ekonomi Indonesia ini bagus sekali. Dan karena itu kami harus punya celengan, rencana untuk capital raising. 

Bagaimana dengan rights issue? Kapan dilakukan?

Kemungkinan adalah kombinasi subdebt dan equity untuk perkuat basis kami, tapi kami harus tunggu regulasi untuk menyetujui capital raising spesifik. Kami sedang tunggu persetujuan dari regulator, begitu disetujui kami akan eksekusi. Rencana sudah masuk [ke bank sentral]. 

Kalau tidak salah, Rp1,5 triliun? Dan kapan rencananya?

Itu mungkin dulu, saya tidak mau katakan spesifik. Dalam 9-12 bulan, tapi tunggu appro­val  dari regulator. 

Strategi yang ditempuh untuk komunikasi dengan nasabah?

Mengadakan appointment dengan nasabah untuk mendukung mereka khususnya corporate costumer, relationship yang lebih erat. Jadi sejak bergabung dengan BII saya sudah lakukan banyak meeting dinner, lunch dengan mereka. 

Anda persiapkan kader yang akan menjadi CEO berikutnya?

Siapa saja bisa menjadi successor. Kami adakan program pelatihan untuk mereka. Kami juga mau lihat BOD. Bagaimana kami dapat mengakselerasikan talenta mereka sebagai pemimpin masa depan BII.

Jika ada satu isu di Malaysia dan Indonesia, bagaimana mengeliminasinya?

Kultur dan core value kami adalah Tiger yaitu team work, integrity, growth, excellence and efficiency, dan relationship. Tiger itu harimau, Maybank Group memang Tiger logonya. Jadi integritas sudah menjadi nilai inti BII-Maybank. Kami tidak akan toleransi karyawan yang tidak memiliki integritas. 

Siapa di balik sukses Anda? Anda punya tokoh idola?

Mentor saya adalah ayah saya. Ayah sudah meninggal pada 1996, sudah 16 tahun. Ayah saya memang tegas di situ. We’re very close. Ketika kecil kami main badminton bersama dan dia sering ajak saya ke stadion untuk lihat sepakbola. Ini mungkin yang m­e­­nye­­­b­­abkan saya suka bola. Dia juga menekan­kan pendidikan untuk anak-anaknya termasuk saya. Dia yang memengaruhi saya sebagai pri­badi.

 

Apa yang dilakukan untuk jaga kesehatan?

Saat ini kesehatan kurang, so saya daftar ke gym tapi kurang. Untuk bebaskan stress, saya coba bermain drum. Saya drummer. Normalnya saya beralih ke musik. Ada amplifier, tutup pintu dan mulai memainkan musik, di akhir pekan. Sangat efektif.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : News Editor
Editor : Sitta Husein
Sumber : Rika Novayanti, & M. Munir Haikal*
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper