3 Alasan Industri Data Center Indonesia Tertinggal dari Malaysia

Lukman Nur Hakim
Senin, 28 April 2025 | 10:00 WIB
Tangkapan layar pekerja sedang berada di ruang server data center/website Damac Data Center
Tangkapan layar pekerja sedang berada di ruang server data center/website Damac Data Center
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Tingginya jumlah populasi di Indonesia yang mencapai 280 juta jiwa tidak menjamin pembangunan pusat data atau data center di Tanah Air berjalan agresif. Secara jumlah, RI masih tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia. 

Structure Research, Cushman and Wakefield melaporkan pangsa pasar data center Indonesia  pada 2024 berada di belakang Singapura dan Malaysia.

Indonesia memiliki jumlah data center sebanyak 430 data center, Malaysia sebanyak 532, Singapura sebanyak 717, Jepang sebanyak 1.202, London sebanyak 1.030, Tiongkok sebanyak 4.800, dan Amerika Serikat sebanyak 10.300.

Ketua Umum asosiasi penyelenggara data center Indonesia (IDPRO) Hendra Kusuma mengatakan terdapat sejumlah faktor utama yang menyebabkan jumlah data center di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, meski secara populasi dan potensi pasar Indonesia jauh lebih besar.

Faktor pertama adalah permasalahan regulasi dan perizinan. Terdapat gap proses perizinan di pusat dan di daerah yang membuat pembangunan berjalan lebih lambat, sehingga waktu untuk masuk ke pasar Indonesia menjadi lebih lama. Kurangnya perizinan terpadu menjadi hambatan bagi investor.

“Proses perizinan ini di beberapa wilayah kita ini masih tergolong kompleks dan memakan waktu gitu. Jadi terutama untuk data center yang hyperscale ya, yang skalanya besar,” kata Hendra kepada Bisnis, dikutip Senin (28/4/2025). 

Ilustrasi rak di dalam data center
Ilustrasi rak di dalam data center

Kedua, kata Hendra, terkait pasokan listrik. Data center dikenal sangat membutuhkan pasokan listrik yang besar dan stabil. Di Indonesia, biaya energi masih relatif tinggi dan ketersediaan listrik yang andal belum merata di seluruh wilayah, terutama di luar Pulau Jawa. 

Dikabarkan, Malaysia mampu memberikan insentif listrik hingga 8 sen dolar per kWh untuk meringankan beban investor data center. Kondisi tersebut berbeda dengan di Indonesia.

“Data center itu power hungry, jadi dia membutuhkan energi, pasokan listrik yang luar biasa besar,” kata Hendra.

Ketiga, Hendra mengatakan negara-negara tetangga seperti Malaysia bergerak lebih cepat dalam menyambut investasi data center, menawarkan biaya listrik lebih murah, lahan luas, dan proses perizinan yang lebih ramah investor. 

Malaysia bahkan diprediksi akan menjadi pasar data center terbesar kedua di dunia dalam lima tahun ke depan, dan kini telah menyalip Singapura sebagai lokasi favorit perusahaan global membangun data center. 

Hendra juga menyoroti mengenai ekosistem dan pasar. Berbeda dengan Singapura yang sudah menjadi regional hub untuk data center di Asia Pasifik, Indonesia masih dalam tahap membangun permintaan domestik dan internasional. 

Kondisi tersebut, kata Hendra, dapat berubah jika Indonesia lantang menyuarakan tentang kedaulatan digital sehingga kue ekonomi digital yang besar dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia,

“Jadi ke depan itu memang kalau kita terapkan digital sovereignty atau kedaulatan digital harusnya makin banyak data center ini akan pindah ke Indonesia gitu mas,” kata Hendra. 

Hendra mengatakan peluang bisnis data center di Indonesia sebenarnya masih sangat besar. Jika Indonesia butuh 3 gigawatt untuk mencapai pertumbuhan ekonomi digital yang maksimal maka harus ada 100 data center baru dalam 100 tahun ke depan. 

Investasi di Batam

Pertumbuhan industri data center di Batam mencatatkan tren positif. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di sektor tersebut sudah mencapai ratusan miliar.

"Indonesia tidak hanya mencatat rekor baru dalam investasi digital, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai gerbang infrastruktur digital di Asia Tenggara," kata Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Imam Soejoedi saat berbicara di acara Schneider Electric Innovation Day Batam 2025 di Hotel JW Marriot Harbour Bay, Batam, Rabu (23/4/2025).

Sepanjang tahun 2024, realisasi investasi mencapai Rp1.714,2 triliun, tumbuh 20,8% dibandingkan tahun sebelumnya dan melampaui target sebesar 103,9% dari Rp1.650 triliun yang ditetapkan pemerintah. 

Khusus di Kepulauan Riau (Kepri), realisasi investasi tahun 2024 mencapai Rp35,36 triliun, dengan kontribusi Batam sebesar Rp25,47 triliun.

"Untuk sektor data center dan telekomunikasi di Batam, investasi periode 2023-2024 tercatat sebesar Rp446,78 miliar, didominasi oleh PMA dari Singapura, Hong Kong, Amerika, Malaysia dan India," katanya lagi. 

Menurut Imam, ini menjadi sinyal kuat bahwa investor terus menaruh kepercayaan besar terhadap iklim investasi nasional.  "Pemerintah pusat hingga daerah juga berupaya mendukung kemudahan berinvestasi para pelaku di sektor data center ini," ucapnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Lukman Nur Hakim
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper