Soal Pemisahan E-Commerce dan Medsos, idEA: Lebih Adil Berkembang Sesuai Izin

Ni Luh Anggela
Jumat, 8 September 2023 | 22:17 WIB
Ilustrasi konsumen yang berbelanja secara daring melalui e-commerce di ponsel mereka/Freepik
Ilustrasi konsumen yang berbelanja secara daring melalui e-commerce di ponsel mereka/Freepik
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesian E-Commerce Association (idEA) menilai bahwa setiap platform perlu berjalan sesuai dengan perizinan yang mereka miliki untuk menciptakan sebuah iklim persaingan yang adil di e-commerce

Ketua Umum idEA Bima Laga mengatakan asosiasi telah menyampaikan masukan kepada Kementerian Perdagangan mengenai Social Commerce, sebagai kontribusi atas revisi peraturan yagn sedang berlangsung di kementerian tersebut saat ini. 

idEA juga menyampaikan pandangan mengenai pemisahan e-commerce dan media sosial. Menurut Bima, akan lebih adil jika platform berkembang sesuai dengan perizinannya masing-masing.  

“Saya rasa akan lebih fair kalau semua industri yang masuk berkembang itu sesuai dengan perizinan yang memang diizinkan, kalau memang terjadi hybrid saya rasa tidak masalah semua saja bisa jadi hybrid tetapi kan isinya sesuai dengan ketentuan,” kata Bima, Jumat (8/9/2023).

Bima juga menyampaikan, yang berhak menentukan suatu platform melakukan monopoli atau tidak adalah Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). 

Menurutnya, KPPU yang berhak menentukan, lantaran lembaga ini memiliki penilaian secara terukur. 

Dia mencontohkan, salah satu platform e-commerce yang memiliki sistem pembayaran bertujuan untuk mempermudah proses transaksi jual beli. Namun apakah ini dapat dikategorikan sebagai monopoli, perlu dilakukan penilaian secara terukur oleh KPPU.

“Karena monopoli itu banyak artinya. Kalau misalnya nggak ada pembayaran lain ya digunakan, kalau ada pembayaran lain ya mungkin nggak disebut monopoli,” jelasnya. 

Menteri Koperasi dan UKM (MenKop UKM) Teten Masduki sebelumnya menyebut TikTok melakukan monopoli lantaran menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan.

Teten mengatakan, platform media sosial asal China itu bisa saja berjualan, tetapi tidak boleh disatukan dengan media sosial.

“Dari riset, dari survei kita tahu orang belanja online itu dinavigasi, dipengaruhi perbincangan di media sosial. Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli,” kata Teten.

Selain mengusulkan pengaturan terkait pemisahan bisnis media sosial dan e-commerce, dia juga menilai bahwa pemerintah perlu mengatur tentang cross border commerce agar UMKM dalam negeri bisa bersaing di pasar digital Indonesia. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper