Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengamat menilai, masa depan e-grocery akan makin cerah seiring dengan digitalisasi, walaupun saat ini masih sepi peminat.
Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyebut, berdasarkan data Google, Temasek, dan Bain pada 2021 lalu, pertumbuhan belanja groceries merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan belanja kebutuhan lainnya seperti kosmetik dan fashion.
"Itu artinya, meskipun saat ini konsumen e-grocery terhitung kecil, tetapi ke depan saya rasa akan terus meningkat," ujarnya, Selasa (1/3/2022).
Huda menambahkan, pada laporan e-Conomy Sea 2021 yang dikeluarkan Google, Temasek, dan Bain, segmen grocery saat ini menyumbang lebih dari 50 persen dari semua pengeluaran retail di Asia Tenggara. Didorong oleh pandemi, 64 persen pengguna internet kini telah membeli bahan makanan secara online setidaknya sekali.
Namun, pangsa online grocery masih tetap rendah di 2 persen, karena frekuensi pembelian dan nilai transaksi yang lebih rendah (vs offline). Di sisi lain 98 persen transaksi dan pembelian grocery masih melalui offline atau langsung.
Huda mengatakan, melihat peluang pasar, ke depan akan makin banyak perusahaan yang masuk ke industri e-grocery. Termasuk masuknya retail modern seperti Indomaret dan Alfamart yang mulai mengembangkan layanan pesan antarnya sendiri.
Menurutnya, para peretail besar seperti Trans Retail tentu tidak akan melewatkan momentum dan segera masuk ke persaingan e-grocery. Hal itu didukung dengan besarnya kekuatan modal dan jaringan bisnis yang dimiliki, sehingga Trans Retail sangat mungkin mendominasi pasar e-grocery ke depan.
Dia menambahkan, dengan mendirikan Allofresh dan menggandeng Bukalapak, Trans Retail juga telah masuk ke ekosistem digital. Di sisi lain, ekosistem besar tersebut sangat menguntungkan bagi semua entitas yang terlibat.
"Menurut saya, ini akan menguntungkan, terlebih ekosistem ini didukung bank digital milik CT Corp. Ekosistem yang terbentuk dapat menjadi ancaman bagi pemain lain," ujarnya.
Huda mengatakan, nantinya AlloFresh akan menyasar pangsa pasar keluarga muda di Indonesia. Segmen konsumen tersebut penting untuk disasar karena tingkat konsumsi tinggi dan relatif adaptif terhadap teknologi.
Sebagai informasi, menurut pantauan Bisnis pada, Selasa (1/3/2022) unit supermarket CT Corp., PT Trans Retail Indonesia bersama Bukalapak turut menjalin kerja sama dengan perusahaan swasta Growtheum Capital Partners.
Ketiga perusahaan besar tersebut bakal menggelontorkan investasi senilai Rp1 triliun untuk membangun AlloFresh. Nantinya, Trans Retail akan menjadi pemilik 55 persen saham, Bukalapak 35 persen, dan Growtheum 10 persen.
Dalam platform AlloFresh, nantinya pelanggan bisa memesan bahan makanan menggunakan aplikasi dan website dengan memindai barang di dalam toko fisik. Barang yang sudah dipesan akan dikemas dan dikirim menggunakan transportasi online, bekerja sama dengan mitra bisnis AlloFresh, Grab Holdings Ltd.
AlloFresh mengklaim akan memulai bisnisnya dengan pendanaan awal sebesar Rp1 triliun, menawarkan lebih dari 150.000 SKU dari sekitar 10.000 pemasok dengan pengiriman cepat dalam waktu 3 jam serta layanan quick commerce dengan opsi pengiriman 30 menit di seluruh Indonesia.
Transaction Advisory Member Growtheum Capital Partners yang sebelumnya menjabat sebagai MD LinkedIn Asia Pacific Olivier Legrand menyebut, aktivitas e-commerce di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan sejak 2019. Namun, jumlah orang yang berbelanja kebutuhan sehari-hari secara daring masih terhitung kecil, yaitu kurang dari 2 persen dari total pengeluaran retail barang kebutuhan sehari-hari di Indonesia, dibandingkan dengan 14 persen di Korea Selatan, 11 persen di China, dan 10 persen di Jepang.
Menurutnya, angka tersebut tergolong sangat rendah karena kebutuhan sehari-hari menyumbang 50 persen dari semua pengeluaran retail di Asia Tenggara. "Saya antusias menjadi bagian dari perjalanan ini sebagai Independent Commissioner PT AlloFresh yang akan memberikan kenyamanan dalam belanja barang sehari-hari secara daring pada jutaan masyarakat Indonesia," ujarnya, Selasa (1/3/2022).
Sebelumnya menurut survei yang diterbitkan Institute for Business Value IBM (NYSE:IBM) pada, Rabu (2/2/2022), dari 19.000 responden sekitar 72 persen masih menggunakan motode belanja secara langsung (ke toko) untuk memenuhi kebutuhan harian.
Adapun, 27 persen responden mengaku menggunakan metode belanja campuran (digital dan ke toko langsung). Para responden yang menggunakan metode campuran merupakan generasi muda (Gen z).
Alasan teratas responden memilih untuk mengunjungi toko adalah dapat menyentuh dan merasakan produk sebelum membelinya (50 persen), memilih dan menentukan produk mereka sendiri (47 persen), serta bisa langsung mendapatkan produk yang diinginkan (43 persen), meskipun barang yang dicari pembeli di toko fisik bervariasi menurut kategori produk.