Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso meyakini dampak kebijakan industri keuangan di Indonesia yang akomodatif telah membuahkan hasil.
Hal tersebut, misalnya, tercermin dari jumlah startup di Indonesia yang terus bertumbuh melampaui ekspektasi.
“Sekarang ini sudah ada 2.319 startup. Delapan yang unikorn, satu dekakorn. Dan juga potensi transaksi nilai digital luar biasa. Pada 2025 diperkirakan bisa menyentuh US$124 miliar, yang ini artinya kita akan paling maju di Asia,” kata Wimboh saat hadir dalam acara diskusi Fintech Summit 2021, Sabtu (11/12).
Wimboh menceritakan bahwa kebijakan akomodatif yang dilakukan OJK awalnya sempat mendapat protes dari berbagai pihak. Namun, OJK akhirnya tetap berkomitmen melanjutkan kebijakan tersebut sejak 2017 karena meyakini potensi Indonesia cukup besar.
“Perdebatannya keras. Ada yang berpendapat yang boleh mengeluarkan produk itu hanya lembaga keuangan. Kalau itu dilakukan kami rasa kondisinya tidak seperti sekarang.”
Adapun bila proyeksi ekonomi 2025 yang dia paparkan terealisasi, Wimboh optimistis akan ada dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Hanya saja, untuk mencapai tersebut masih ada tantangan penting yang menurutnya perlu diselesaikan. Satu yang menurutnya krusial adalah literasi keuangan.
Saat ini, perkembangan teknologi diakui Wimboh telah membuat inklusi keuangan Indonesia bertumbuh. Tetapi, pemahaman masyarakat dinilainya masih kurang matang.
“Belum semua masyarakat siap dengan penetrasi internet yang luas. Siap di sini dalam arti memprotek dirinya sendiri dari berbagai hal. Apakah produk itu cocok bagi saya? Apakah produk itu legal atau tidak? Belum semua masyarakat paham.”