Bisnis Ritel Jenuh, Operator Seluler Mulai Bidik Pasar IoT

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 7 November 2021 | 16:19 WIB
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pasar seluler untuk ritel perlahan mengalami kejenuhan seiring dengan sulitnya menambah pelanggan dari segmen ini. Di sisi lain, penetrasi ke pasar korporasi membutuhkan upaya negosiasi yang lama kendati tetap dilakukan untuk menjaga pertumbuhan.

Merujuk pada data We Are Social, jumlah pengguna internet pada awal 2021 mencapai 202,6 juta, atau naik 15,5 persen (27 juta pengguna) jika dibandingkan dengan Januari 2020.

Sementara itu jumlah total gabungan pelanggan tiga operator seluler besar di Indonesia, pada Desember 2020 mencapai 287,73 juta pelanggan. Ditambah dengan Tri Indonesia dan Smartfren, katakanlah jumlahnya menjadi 337 juta atau bertambah 50 juta.

Operator seluler terus berupaya menambah jumlah pelanggan. Artinya, jumlah pengguna internet tidak akan pernah menyalip jumlah pelanggan operator. Hal ini kemudian mendorong pada persaingan harga, di mana operator berusaha mempertahankan pelanggan sendiri dan mengakuisisi pelanggan operator lain. Operator seluler pun gencar membangun jaringan.

Dalam sebuah wawancara, Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan penambahan kapasitas dan ekspansi jaringan sulit untuk mendongkrak jumlah pelanggan, terlebih jika daerah yang diincar sudah jenuh atau terdapat banyak operator seluler.

Pelanggan tidak dapat gonta-ganti kartu atau berlangganan banyak operator lagi. Regulasi registrasi kartu prabayar membatasi praktik tersebut.

Menurut Ian, peluang penambahan jumlah pelanggan ke depan berasal dari pasar mesin atau benda-benda yang digerakkan dengan internet (internet of things/IoT). “Pelanggan IoT seperti vending machine, pemantau cuaca dan lain-lain, untuk datanya dikirim dengan jaringan seluler,” kata Ian.

Asosiasi IoT Indonesia (Asioti) menyebut untuk di Indonesia, pasar IoT mencapai US$40 miliar pada 2025. Khusus untuk sektor Telekomunikasi dan Media pasarnya mencapai US$30 miliar pada 2025. Pasar ini merupakan pasar potensial.

Ibarat pepatah ada gula ada semut, operator seluler pun beramai-ramai dalam menggenjot pendapatan dari pasar IoT dengan melakukan penetrasi ke segmen enterprise. Dalam menghadirkan solusi IoT. Operator bermain di empat lapisan sekaligus yaitu jaringan, platform, aplikasi, dan perangkat.

Salah satu operator yang agresif membidik pasar korporasi untuk solusi IoT adalah PT Indosat Tbk. Perusahaan berkode saham ISAT itu memiliki beberapa solusi IoT yang siap mendukung transformasi digital di perusahaan dan pemerintahan.

Indosat memiliki Smart Productivity (produktivitas pintar) yang membantu industri untuk menerapkan standar OEE (Overall Equipment Effectiveness), yaitu suatu metode pengukuran untuk menentukan efektivitas penggunaan dan pemanfaatan mesin, peralatan, waktu dan material dalam suatu sistem operasi pada lantai produksi secara akurat.

Indosat juga memiliki solusi manajemen armada dengan menggunakan aplikasi mobile dan perangkat IoT untuk menjaga biaya operasional dan pemantauan kendaraan perusahaan yang lebih efektif dengan fitur baru, Connected Car.

Dengan sejumlah solusi yang diberikan itu, Indosat membukukan pendapatan senilai Rp2,65 triliun dari segmen bisnis B2B Enterprise pada kuartal II/2021, naik 16,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

SVP Head Corporate Communications Indosat Steve Saerang mengatakan munculnya kebutuhan baru terhadap solusi internet untuk segalanya (IoT), layanan teknologi informasi, layanan komputasi awan dan keamanan, menjadi pendorong pertumbuhan tersebut.

“Indosat berkomitmen untuk terus mendukung seluruh pelanggannya termasuk pelanggan enterprise dan pemerintahan,” kata Steve.

Saat ini Indosat dalam jalur melebur dengan Tri Indonesia. Keduanya akan membentuk perusahaan bernama Indosat Ooredoo Hutchison dan diprediksi menjadi operator seluler nomor dua terbesar kedua di Tanah Air, dengan perkiraan pendapatan tahunan mencapai US$3 miliar.

Dalam mengembangkan layanan telekomunikasi - termasuk IoT - Indosat Ooredoo Hutchison akan mendapat dukungan permodalan kuat dari Ooredoo dan CK Hutchison. Masing-masing pemegang saham pada 2020 membukukan pendapatan senilai US$7,96 miliar dan US$52 miliar.

Selain permodalan, Ketua Umum Asioti Teguh Prasetya mengatakan keunggulan gabungan kedua perusahaan dalam pengembangan IoT adalah dalam kekuatan di jaringan. Porsi konektivitas dalam pasar IoT untuk seluler mencapai 9 persen dari total pasar. Artinya, jika pasar IoT US$30 miliar, kontribusi yang diberikan hanya dengan bermodalkan jaringan IoT saja mencapai US$2,7 miliar.

Meski memberi dampak, gabungan kedua perusahaan harus dapat bermain di lapisan aplikasi, platform dan perangkat, untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dari segmen enterprise pengguna IoT. Ini menjadi tantangan yang harus dijawab oleh Indosat Ooredoo Hutchison.

“Paling penting mereka harus bisa membuat solusi-solusi IoT. Menurut Watch Economy Forum, masih banyak segmen yang terbuka terhadap IoT dan itu operator seluler belum masuk ke dalamnya,” kata Teguh.

Dengan masuk ke dalam segmen baru tersebut, kata Teguh, operator seluler tidak akan terjebak dalam konektivitas saja. Mereka akan mengembangkan aplikasi dan platform IoT, sehingga kemudian menjadi perusahaan solusi digital.

Teguh mengatakan Hutchison memiliki rekam jejak di sektor IoT. Induk dari Tri Indonesia itu memiliki banyak solusi IoT yang berpeluang diadopsi di Tanah Air lewat Indosat Ooredoo Hutchison.

“2025 pasar IoT mencapai US$40 miliar, kalau operator di Indonesia melakukan implementasi solusi IoT, untuk solusi saja US$17,9 miliar. Platform sebesar US$13,1 miliar. Jika dijumlah US$30 miliar, operator tinggal mau ambil berapa persen dari sini?” kata Teguh.

Permintaan pasar IoT di Tanah Air bisa jadi makin besar. Komersialisasi generasi kelima yang telah dimulai oleh Indosat, Telkomsel, dan XL akan mendorong percepatan transformasi digital di industri.

Kebutuhan pemain di sektor manufaktur, pertanian, perkebunan, kesehatan, pemerintahan dan lain sebagainya akan makin aneh-aneh.

Biaya murah, manfaat besar, dan inovatif merupakan tiga tuntutan utama mereka sekaligus menjadi tantangan bagi operator seluler yang ingin meraup kue dari pasar IoT. Jika operator tidak sanggup, balik saja ke pasar ritel dan berdarah-darah.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper