Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat telekomunikasi menilai merger yang dilakukan PT Indosat Tbk. (ISAT) dan PT Hutchison 3 Indonesia bakal menjadi pemicu konsolidasi di industri telekomunikasi. Merger keduanya dinilai sebagai acuan beberapa perusahaan untuk melebur.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan konsolidasi di industri telekomunikasi merupakan suatu keharusan, bukan lagi kebutuhan.
Merger Indosat dan Tri, menurutnya, akan jadi acuan jika kemudian pemilik XL Axiata dan Smartfren memutuskan untuk melebur bisnis seluler mereka di Indonesia.
“Merger Indosat Ooredoo dan 3 kan jadi referensi operator untuk merger,” kata Heru, Sabtu (9/10/2021).
Heru menilai industri telekomunikasi Indonesia idealnya hanya berisi 3 operator seluler saja, agar persaingan di industri telekomunikasi sehat.
Hasil merger Indosat dan 3 akan menjadi game changer industri sekaligus contoh upaya penyederhanaan jumlah pemain sesuai Kemenkominfo.
Di lain sisi, peleburan juga dapat menyelamatkan Smartfren. Menurut Heru bisnis Smartfren masih berdarah-darah.
“Kalau kita lihat kan bisnis Smartfren juga berdarah-darah” kata Heru.
Sekadar informasi, pada 2020, Smartfren mencatat kerugian bersih senilai Rp1,52 triliun, menyusut 30,59 persen dibandingkan dengan 2019, yang mencapai Rp 2,19 triliun.
Meski mencatatkan rugi bersih, secara pendapatan Smartfren pada 2020 mencatatkan pertumbuhan pendapatan mencapai 34,62 persen secara tahunan. Pendapata FREN pada periode tersebut tercatat senilai Rp9,41 triliun.
Sebelumnya, Axiata Group Bhd dan Grup Sinarmas dikabarkan tengah menjajaki opsi merger pada unit usaha di Indonesia, yakni PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN).
Melansir Bloomberg, Jumat (8/10/2021), Axiata Group Bhd dan Grup Sinarmas bekerja sama dengan penasihat untuk mempertimbangkan opsi yang juga dapat mencakup kesepakatan seputar berbagi jaringan telekomunikasi mereka.
Hal tersebut berdasarkan dua sumber yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena prosesnya bersifat pribadi.