Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai peleburan PT Indosat Tbk. (ISAT) dengan PT Hutchison 3 Indonesia akan membuat industri telekomunikasi dalam negeri menjadi lebih sehat.
Ketua Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan secara teknis bisnis penyelenggara jaringan seluler membutuhkan izin hak penggunaan frekuensi yang merupakan sumber daya terbatas.
Jika penyelenggara jaringan terlalu banyak, maka spektrum frekuensi harus dibagi ke banyak entitas. Dampaknya masing-masing operator mendapatkan spektrum dengan jumlah sedikit.
Padahal di era 5G dibutuhkan bandwidth frekuensi yang lebar hingga 100MHz untuk dapat memberikan layanan yang optimal. Saat ini operator dalam satu pita frekuensi, paling lebar hanya memiliki 50MHz.
“[Dampak spektrum sedikit] Kualitas dan use experience layanan tidak seperti yang dijanjikan, karena tidak optimalnya penggunaan frekuensinya. Maka kita sering dengar keluhan 4G rasa 2G atau 3G, ” kata Sigit, Jumat (17/9/2021).
Di samping itu, kata Sigit, berdasarkan pengalaman regulasi negara-negara lain, ada berbagai kajian yang mengarah kepada pola bahwa industri seluler ini akan lebih sehat jika jumlah penyelenggara seluler itu sekitar 3 sampai 5 penyelenggara.
Hal itu diputuskan setelah mempertimbangkan berbagai aspek termasuk persaingan usaha, keterbatasan frekuensi, perubahan teknologi dan lain sebagainya.
“Maka dengan peleburan ini, bisa lebih mendekati kondisi ini,” kata Sigit.
Adapun mengenai persaingan di industri telekomunikasi ke depannya, menurut Sigit, posisi Telkomsel kemungkinan masih tetap menjadi operator dominan.
Hanya saja, sambungnya, Telkomsel akan menemui pesaing yang makin kuat karena dengan merger tentunya secara kekuatan basis pelanggan dan modal juga makin kuat.
“Persaingan akan makin seru, terutama memasuki era 5G seperti sekarang ini,” kata Sigit.