Ini Penyebab Lambatnya Pertumbuhan Unikorn di Indonesia

Akbar Evandio
Rabu, 25 Agustus 2021 | 22:47 WIB
Ilustrasi/Istimewa
Ilustrasi/Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Tidak meratanya pendidikan dan talenta digital yang berkualitas di dalam negeri menjadi salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan perusahaan rintisan (startup) di Indonesia yang bertransformasi menjadi unikorn.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDEC) M. Tesar Sandikapura mengatakan bahwa pendidikan talenta digital berkualitas yang merata masih sulit ditemukan di Indonesia.

“Ketimpangan ini menyulitkan untuk membangun perusahaan level dunia, karena yang diperlukan tidak hanya kualitas tetapi juga kuantitas,” ujarnya, Rabu (25/8/2021).

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa perusahaan unikorn Indonesia hanya berfokus pada pasar lokal atau paling jauh ke asia tenggara. Masih sedikit yang bergerak di berbagai bidang dan merambah berbagai macam pasar.

Tesar menuturkan, nilai mata uang rupiah yang lebih rendah dibandingkan dengan dolar Amerika Serikat yang menjadi tolak ukur perusahaan unikorn, juga akan membuat sulit startup untuk menembus nilai US$1 milyar melalui keuntungan perusahaan dari hasil jual beli.

Tidak hanya itu, masyarakat juga terlambat menyadari pentingnya teknologi informasi untuk pembangunan ekonomi. Hal ini karena pekerja masih terpaku ke industri-industri yang sudah mapan sebelumnya, seperti alat berat, kendaraan, asuransi, dan perbankan.

Berdasarkan data CB Insight, jumlah startup di Asia Tenggara yang berada pada tahap unicorn dan di atasnya, yakni decacorn, saat ini berjumlah 21 entitas dengan perincian startup 17 unikorn dan 4 decacorn.

Laporan tersebut juga mencatatkan bahwa Singapura menjadi Negara dengan penyumbang startup berstatus unikorn dan decacorn terbanyak, yaitu 11 perusahaan dengan perolehan 3 decacorn dan 6 unikorn.

Sementara itu, Indonesia menyumbang tujuh perusahaan rintisan yang telah menyandang gelar unikorn dan dekakorn, yaitu Gojek sebagai decacorn. Adapun, keenam unikorn tersebut adalah Tokopedia, Bukalapak, J&T Express, Traveloka, OVO, dan OnlinePajak.

Adapun, menurut catatan Startup Ranking, jumlah startup di Indonesia mencapai 2.219 perusahaan pada 2021 dan menjadi Negara kelima sebagai penghasil startup terbanyak di dunia.

Meski begitu, Tesar menyebut, unikorn bukan patokan ekosistem startup bertumbuh baik atau tidak. Sebab, secara pembukuan sejumlah unikorn juga masih melakukan skema bakar uang, sehingga mengalami pendapatan yang negatif.

“Alhasil, mereka mulai melirik IPO karena kebutuhan pendanaan mulai surut untuk perusahaan-perusahaan di level mereka karena sulit untuk dilirik modal ventura. Pemodal Indonesia lebih fokus ke tahap benih hingga centaur,” ujarnya.

Tesar pun masih optimistis jumlah unikorn akan bertambah hingga 1—2 perusahaan rintisan pada akhir 2021, dengan sektor paling memungkinkan di dagang elektronik, healthtech, agritech, dan edutech. 

Penyebabnya, hingga akhir 2021 unikorn akan turut melakukan pencarian dana publik dan berpeluang ada beberapa pemain baru yang melantai di bursa, sehingga fenomena tersebut mengartikan era digital memang bertumbuh pesat pada era pandemi Covid-19.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Lili Sunardi
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper