Akademisi Telekomunikasi: Kominfo Boros Kapasitas Satelit karena Daerah 3T

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 14 Juli 2021 | 19:45 WIB
 Satelit Nusantara Satu buatan PT Pasifik Satelit Nusantara. /www.psn.co.id(psn.co.id)
Satelit Nusantara Satu buatan PT Pasifik Satelit Nusantara. /www.psn.co.id(psn.co.id)
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Akademisi menilai banyaknya kapasitas satelit yang tidak terpakai diduga akibat penggunaan data di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) sangat sedikit. Jumlah data yang tersedia besar, sedangkan enggunaan terhadap data atau internet sedikit. 

Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi mengatakan penyewaan kapasitas yang dinyatakan sebagai pemborosan oleh badan pemeriksa keuangan (BPK) ditujukan untuk melayani daerah 3T. 

Pemakaian data di daerah 3T tidak besar, sedangkan operator satelit terus memberikan jaringan tulang punggung dan menyuplai data sekian jam dalam satu hari ke daerah 3T. Alhasil, banyak kapasitas satelit yang masih tersisa atau belum digunakan. 

“Kalau jaringan tulang punggung ada trafik atau tidak, tetap dibayar sesuai dengan perjanjian. Sementara kita tahu sendiri daerah 3T memang daerah trafik rendah. Artinya kalau dari sisi efisiensi pemakaiannya tidak maksimal,” kata Ridwan, Rabu (14/7). 

Ridwan mengatakan pada awal penyewaan kapasitas seharusnya Kemenominfo menghitung terlebih dahulu kebutuhan internet di sana. 

Kemenkominfo, menurut Ridwan, umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan skala base transceiver station (BTS) 4G, yang membutuhkan kapasitas besar untuk mendukung kecepatan tinggi. 

“Namanya juga daerah 3T yang karakteristiknya ongkos tinggi karena trafik data rendah,” kata Ridwan. 

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan perihal penyewaan kapasitas satelit dan komputasi awan (cloud) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). 

BPK menyebut terjadi pemborosan dengan total nilai mencapai Rp98,2 miliar untuk kapasitas satelit dan Rp5,39 miliar untuk komputasi awan. Berdasarkan dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, BPK menyebut terjadi permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan 3E (ekonomis, efisiensi dan efektivita) di sejumlah proyek Kemenkominfo.

Permasalahan tersebut berkaitan dengan pemborosan/kemahalan harga. Ada lima permasalahan dengan tiga masalah utama. "Pertama, pemborosan akibat kapasitas satelit yang telah disewa belum digunakan, totalnya mencapai Rp98,2 miliar,” tulis BPK dalam dokumen IHPS II 2020 yang dikutip, Rabu (14/7/2021). 

Sebagai informasi, pada Januari 2019, Direktur Utama Badan Akesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakit) Anang Latif sempat menyatakan akan menyewa 5 satelit sambil menunggu Satria I meluncur pada 2023. Biaya sewa per bulan mencapai Rp120 miliar. 

Adapun 5 satelit yang akan disewa Bakti yaitu Satelit milik PSN, Satelit Intelsat, Satelit Telesat, Satelit Apstar, dan Satelit SES.

Bisnis mencoba mengonfirmasi mengenai kapasitas satelit yang belum terpakai tersebut kepada Anang dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, hingga berita ini diturunkan keduanya belum menjawab.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper