Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan pangkalan data atau data center dalam negeri membutuhkan dukungan dan perlindungan dari pemerintah untuk tumbuh beberapa tahun ke depan.
Potensi pendapatan dari transformasi digital sejumlah perusahaan selama pandemi, lebih banyak dinikmati oleh perusahaan pangkalan data global dibandingkan dengan pemain lokal.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura mengatakan bahwa secara teknologi dan pengalaman, pemain pangkalan data asing lebih mumpuni dibandingkan dengan pemain lokal.
Pemain data asing telah meneliti dan mengembangkan bisnis pangkalan data lebih dari 10 tahun lalu, sedangkan Indonesia baru menggunakannya.
Dengan teknologi, pendanaan dan pengalaman yang lebih matang, tak heran jika perusahaan teknologi dalam negeri lebih tertarik menggunakan layanan komputasi awan global daripada punya lokal.
“Pemain global sudah melakukan penelitian sejak lama untuk menghadirkan teknologi dan solusi terbaru, sedangkan pemain data center kita masih sebatas pengadopsi dari teknologi mereka,” kata Tesar, Kamis (17/6).
Dia menambahkan bahwa seandainya perusahaan pangkalan data dalam negeri harus bertarung dengan perusahaan data global, dipastikan pemain lokal kalah bersaing meski memiliki tempat penyimpanan berkapasitas besar dan andal.
Sejumlah unikorn sejak lama menggunakan layanan komputasi awan dan penyimpanan data milik asing. Bukalapak menggandeng Microsoft untuk memperkuat layanan komputasi awan mereka, Tokopedia menggunakan layanan Alibaba Cloud, kemudian Traveloka dan Halodoc menggunakan layanan milik AWS.
“Pasar data center Indonesia sangat liberal. Pemerintah tidak membedakan pemain lokal dengan pemain global. Justru pemerintah cenderung pemain global masuk, karena dianggap investasi,” kata Tesar.