Setahun Covid-19 di Indonesia, Adu Jurus Startup Hadapi Ragam Efek

Akbar Evandio
Selasa, 2 Maret 2021 | 21:04 WIB
Ilustrasi startup/
Ilustrasi startup/
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan rintisan atau startup menjadi salah satu sektor yang memiliki efek beragam terhadap pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama satu tahun di Indonesia.

Hari ini, tepat setahun virus corona resmi 'diperkenalkan' oleh Presiden Joko Widodo melalui dua WNI yang dinyatakan positif terjangkit pada 2 Maret 2020. Ketika itu Jokowi didampingi oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan kasus pertama di Tanah Air.

Sontak, pengumuman kasus telah memberi perubahan signifikan di berbagai lini kehidupan masyarakat, termasuk startup. Para pemainnya harus menyiapkan strategi khusus agar mampu beradaptasi.

Pendiri Asosiasi Digital Kreatif Indonesia (Aditif) Saga Iqranegara mengatakan pandemi memberikan ragam efek bagi perusahaan rintisan mulai dari pemain yang tumbuh, bertahan, dan meraup cuan.

“Ada pemain yang tumbang, tetapi ada juga yang mampu bertahan dari krisis. Tantangannya adalah bagaimana bertahan di saat krisis. Karena yang mampu bertahan, akan mendapatkan kue yang lebih besar setelah krisis selesai,” katanya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (2/3/2021).

Menurutnya, dari pandemi Covid-19 semua aspek mendapati perubahan perilaku. Hal ini pun menjadi peluang bagi startup digital yang bisa beradaptasi –atau melakukan pivot ke arah baru— makin dibutuhkan masyarakat.

Dia berpendapat sektor edukasi, kesehatan, finansial masih akan berpeluang tumbuh signifikan. Sementara transportasi dan pariwisata sepertinya akan rebound dengan adanya beberapa kebijakan yang mempermudah orang berwisata dengan gaya baru.

Secara terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira pun mengamini bahwa startup yang cepat mengambil peluang perubahan gaya hidup konsumen akan memenangkan persaingan.

“Sektor seperti pesan antar makanan daring, dapur awan, fintech P2P dan pembayaran , dagang-el dan edutech prospeknya cerah. Bahkan, e-commerce tumbuh cukup tinggi dan akan bertahan sampai akhir 2021. Porsi mereka [dagang-el] diperkirakan tembus 7 persen di tengah pandemi terhadap total retail nasional,” katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan sektor komputasi awan juga dibutuhkan oleh perusahaan besar hingga startup di tengah besarnya pemanfaatan data untuk menunjang operasional bisnis. Adapun sektor yang berkaitan dengan pariwisata seperti aplikasi booking hotel daring dan tiket perjalanan memang butuh stok arus kas (cash flow) yang lebih besar untuk bertahan.

Hal senada juga dikatakan oleh Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang. Peluang yang telah didapatkan para startup dari pandemi ini adalah keinginan maupun keterpaksaan para konsumen untuk lebih go digital, usai pemerintah memberlakukan bermasam pembatasan kegiatan mulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

“Ke depan, tantangan adalah bertambahnya para pemain startup baru termasuk industri-industri besar yang mencoba peruntukannya di bisnis digital. Adapun, sektor yang masih menjadi primadona adalah fintech, e-commerce, logistik, pendidikan dan kesehatan,” ujar Dianta.

Sementara, Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Atsindo) Handito Joewono pernah berujar pandemi membuat sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor makanan makin inovatif di sisi produk dan pengantaran makanan. Alhasil, startup yang bergerak di bidang pesan-antar makanan memiliki kesempatan untuk tumbuh.

Kendati demikian, diprediksi layanan ini tidak akan tumbuh terlalu signifikan seperti tahun lalu. Terlebih layanan pesan-antar makanan merupakan layanan yang memiliki karakteristik cepat tumbuh dan cepat turun.

“Jangan lupa ini [bisnis layanan pesan-antar makanan] adalah bisnis yang memiliki siklus pendek. Jadi kalau hanya mengandalkan sesuatu yang terjadi di 2020, belum tentu Grab dan Gojek mengulang sukses di 2021,” kata Handito.

Berdasarkan laporan Momentum Works yang berjudul Food Delivery Platforms in Southeast Asia, nilai total transaksi (Gross Merchandise Volume/GMV) layanan pesan antar makanan di Asia Tenggara diprediksi mencapai US$11,9 miliar, tumbuh 183 persen dibandingkan dengan 2019 yang mencapai US$4,2 miliar.

Adapun di Indonesia –sebagai pangsa pasar layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara – mencatatkan GMV sebesar US$3,7 miliar. Grab mendominasi 53 persen layanan pesan-antar di Indonesia, sementara Gojek 43 persen.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Akbar Evandio
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper