Bisnis.com, JAKARTA – Investasi yang digelontorkan Gojek ke Bank Jago disinyalir menjadi bukti bahwa pada akhirnya perusahaan rintisan dituntut untuk meraup untung. Gojek dinilai telah menyadari hal tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Atsindo) Handito Joewono menilai tergerusnya pendapatan bisnis transportasi online tidak serta merta membuat Gojek berinvestasi ke Bank Jago. Naik-turun pendapatan, menurutnya, merupakan hal yang wajar dalam bisnis apapun.
“Apakah gara-gara itu [penurunan pendapatan] Gojek mengubah portofolio bisnisnya? Ada pengaruh tetapi bukan yang utama,” kata Handito kepada Bisnis, Minggu (21/12).
Handito berpendapat seluruh perusahaan saat ini sedang mendesain ulang bisnis mereka. Perusahaan – termasuk unikorn – memahami bahwa bisnis adalah yang menguntungkan dan memiliki pendapatan yang jelas.
Investasi yang digelontorkan Gojek ke Bank Jago, kata Handito, membuktikan perusahaan rintisan dengan aktivitas promo yang kerap diberikan, hanyalah sebuah proses yang akan mengarah pada model bisnis yang dituntut untuk untung.
Terdapat dua jalan yang ditempuh untuk menjadi perusahaan yang untung. Pertama, menjalankan bisnis dengan pelan-pelan dan tumbuh pelan tanpa promosi. Kedua, melakukan lompatan yang tajam dengan promosi, yang saat ini dianut oleh beberapa perusahaan rintisan.
“Ketika sudah menjadi perusahaan besar maka akan seperti perusahaan biasa yang mengejar profit. Menurut saya Gojek sudah sadar bahwa bisnis adalah bisnis,” kata Handito.
Handito mengatakan bahwa Gojek juga mulai berhitung mengenai bisnis yang menguntungkan dan tidak menguntungkan, seiring dengan pertumbuhan perusahaan yang makin besar.
Beberapa produk layanan yang kurang menguntungkan akan dikurangi porsinya atau diubah. Dalam berbisnis, kata Handito, tidak harus bertahan pada bisnis asal perusahaan.
“Saya melihat transportasi online ini apakah menguntungkan atau tidak? Dari dahulu kan tidak menguntungkan. Jadi sadar bahwa bisnis transportasi online tidak bisa terus menerus diandalkan,” kata Handito.
Menurut Handito terdapat tiga tahap dalam industri perusahaan rintisan. Pertama, memulai sebagai perusahaan rintisan. Kedua, menjadi perusahaan besar. Ketiga, mengelola pemegang saham.
Setelah memasuki tahap sebagai menjadi perusahaan besar, kata Handito, Gojek harus bersiap-siap untuk menata ulang kepemilikan saham mereka. Ini merupakan tahapan terberat bagi Gojek, sebut Handito, ke depannya.
‘Tantangan yang berat buat Gojek ke depan adalah menata bisnis dan struktur kepemilikan, bukan hanya masalah duitnya,” kata Handito.
Sekadar catatan, pada Jumat (18/12), Grup Gojek secara resmi melakukan transaksi pembelian saham PT Bank Jago Tbk. (ARTO) senilai Rp2,25 triliun.
Setelah transaksi, kepemilikan PT Dompet Karya anak Bangsa atau DOKAB di ARTO naik menjadi 22,16 persen atau 2,4 miliar saham dari sebelumnya 4,14 persen atau 449,14 juta saham. Total transaksi pembelian saham tersebut mencapai Rp2,25 triliun.
Andre Soelistyo yang juga menjabat sebagai Co-CEO Gojek mengatakan investasi di Bank Jago merupakan bagian dari strategi bisnis jangka panjang yang akan memperkuat pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis Gojek ke depannya.
Menurutnya, kemitraan dengan Bank Jago adalah sebuah pencapaian baru bagi Gojek dalam menyediakan berbagai solusi dari masalah sehari-hari melalui teknologi.
Bank berbasis teknologi seperti Bank Jago akan memperkuat ekosistem Gojek sekaligus akan membuka akses yang lebih luas kepada layanan perbankan digital bagi masyarakat Indonesia.
"Hal ini sejalan dengan visi kedua perusahaan untuk mendorong percepatan inklusi keuangan di Indonesia," katanya