Kuota Gratis Kemendikbud, Terlambat dan Rawan Pernyimpangan

Leo Dwi Jatmiko
Selasa, 8 September 2020 | 18:25 WIB
Seorang siswi kelas 11 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melakukan kegiatan belajar mengajar menggunakan internet di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (1/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang kegiatan belajar dari rumah bagi pelajar di Jakarta hingga 19 April 2020, hal itu sesuai dengan perpanjangan status tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 bagi DKI hingga 19 April./ANTARA FOTO-Yulius Satria Wijaya
Seorang siswi kelas 11 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melakukan kegiatan belajar mengajar menggunakan internet di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (1/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang kegiatan belajar dari rumah bagi pelajar di Jakarta hingga 19 April 2020, hal itu sesuai dengan perpanjangan status tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 bagi DKI hingga 19 April./ANTARA FOTO-Yulius Satria Wijaya
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Pemberian subsidi kuota gratis oleh Kemendikbud kepada peserta didik dan tenaga pengajar menyisakan banyak persoalan seperti proses yang tidak praktis dan rawan penyimpangan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terlambat dalam memberikan kuota gratis bagi peserta didik dan tenaga pengajar. Seharusnya kuota gratis diberikan sejak kegiatan belajar-mengajar di rumah digalakan saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan oleh pemerintah.

“Sebenarnya ini sudah ditunggu-tunggu, pemerintah terlambat sekali memberikan subsidi kuota gratis untuk tenaga pengajar dan murid,” kata Bhima kepada Bisnis.com, Selasa (8/9/2020).

Bhima menambahkan bahwa selain kuota gratis, untuk mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ), seharusnya pemerintah juga memberikan subsidi gawai gratis kepada masyakat tidak mampu, mengingat harga gawai yang lebih mahal daripada harga kuota data.

Dia juga menilai bahwa proses penerimaan subsidi kuota gratis dari Kemendikbud kepada peserta didik terlalu panjang dan membutuhkan banyak tahapan. Padahal proses pembelajaran jarak jauh terus berjalan.

Proses yang berbelit-belit tersebut menimbulkan banyak risiko bagi peserta didik dan pengajar seperti beban biaya kuota data yang tetap ditanggung dan potensi penyimpangan dalam penyaluran kuota data . Misalnya nomor yang didaftarkan bukan nomor yang sebenarnya atau nomor yang tercantum di sekolah disalahgunakan.

“Pemantauan harus dilakukan dengan ketat jangan sampai memberikan kuota data bukan ke penerima yang sebenarnya. Ada kemungkinan fraud di sana, “ kata Bhima.

Bhima juga mengusulkan agar pemerintah tidak hanya memberikan subsidi kuota gratis, melainkan juga keringan biaya pendidikan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper