Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan menutup pendaftaran baru untuk sementara waktu bagi perusahaan teknologi finansial peer-to-peer lending atau fintech P2P lending, dinilai bakal menghambat pertumbuhan industri fintech syariah.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya mengatakan saat ini cukup banyak pelaku usaha fintech syariah yang berencana mendaftarkan diri ke OJK. Hal itu tak lepas dari prospektifnya industri tersebut di Indonesia,
“Terus terang dengan adanya kabar baru-baru ini tentang OJK yang sementara menutup pendaftaran fintech, dapat menjadi hambatan bagi fintech syariah untuk berkembang,” terangnya ketika dihubungi Bisnis, Selasa (25/2/2020).
Sebagai informasi, saat ini jumlah perusahaan rintisan fintech syariah yang terdaftar di OJK tercatat sebanyak 13 perusahaan. Jumlah tersebut tergolong kecil dibandingkan dengan jumlah fintech konvensional yang mencapai 164 perusahaan.
“Memang saat ini masih banyak fintech syariah yang tengah mendaftar ke OJK, dan yang pasti dengan ditutup pendaftaran pertumbuhan jumlah pemain terbatas. Kecuali bila OJK berkenan untuk fintech syariah masih diperbolehkan mendaftar namun jumlahnya dibatasi. Misalnya sampai mencapai angka 20 perusahaan atau lebih,” katanya.
Kendati demikian Ronald optimis akan proyeksi terhadap fintech syariah ke depan dengan peningkatan kapasitas pendukung dari banyak pihak akan terjadi dalam 1-2 tahun ini. Menurutnya, hal ini terjadi karena literasi syariah di masyarakat cukup kencang dan mendapatka dorongan dari berbagai pihak serta kebutuhan masyarakat.
Adapun sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi menyatakan akan menutup pendaftaran baru bagi perusahaan tekfin P2P lending untuk memastikan peningkatan kualitas industri.
Langkah itu, menurut Riswinandi digunakan untuk memastikan kualitas industri tersebut. Apalagi perusahaan yang ada tidak dibatasi wilayah operasional sehingga mampu mencakup seluruh wilayah Indonesia.