Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) menilai bahwa harga sewa sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) yang diterapkan PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (Jakpro) terlalu mahal.
Ketua Umum Apjatel Arif Angga mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan pembahasan mengenai harga sewa SJUT dengan Jakpro.
Angga menuturkan belum ada titik temu mengenai harga sewa. Menurutnya, harga yang ditawarkan oleh Jakpro terlalu mahal dan memberatkan penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Selama ini dalam menggelar jaringan operator hanya perlu membayar retribusi sekali atau one time charge sebesar Rp10.000 per meter untuk Subduc 40mm. Ditambah dengan biaya vendor dan lainnya, kata Angga, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp16.500.
Namun pada program SJUT, Jakpro menawarkan harga sekitar empat kali lipat untuk spesifikasi kabel yang sama. Jakpro menawarkan harga sewa senilai Rp50.000 – Rp70.000 selama satu tahun.
“Biasanya kami bayar Rp16.500 untuk pemakaian kabel selama 10 tahun, sekarang disuruh bayar sewa senilai Rp70.000 per tahun. Kan besar juga nilainya,” kata Angga kepada Bisnis.com, Kamis (5/12/2019).
Tidak hanya itu, sambungnya, hal lain yang menjadi keluhan para anggota Apjatel adalah kebijakan yang mengharuskan operator yang telah ducting atau menanam kabelnya di bawah tanah, untuk memindahkan ke SJUT milik Jakpro.
Menurut Angga kebijakan tersebut akan membebankan operator karena harus mengeluarkan dana tambahan untuk memindahkan kabel. Padahal, kabel operator sudah tidak berada di udara.
“Peraturan itu berlaku September 2019, tetapi kabel yang dari 2010 apakah harus dipindahkan? harusnya peraturan tidak berlaku surut. Dari September ke bawah harusnya tidak bisa dikenakan,” kata Angga.
Sementara itu, President Director Jakpro Gunung Kartiko mengatakan bahwa tarif yang ditawarkan oleh Jakpro berdasarkan hasil diskusi dengan sejumlah operator pemilik jaringan.
Dia mengatakan Jakpro telah berdiskusi dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT PLN, Apjatel dan lain-lain untuk meminta masukan.
Menurutnya, harga yang ditawarkan saat ini, masuk akal. Sebab, kualitas SJUT yang dibangun oleh Jakpro memiliki standar yang tinggi. SJUT akan dibangun dengan kedalaman 1,5 meter.
Adapun kedalaman kabel milik penyelenggara jaringan yang ada saat ini umumnya hanya 30 cm. Kedalaman tersebut berisiko membuat umur kabel tidak lama, sebab pada waktunya akan muncul ke permukaan.
“Diskusi itu memperkaya pengetahuan kita tentang harga wajar sewa, namun jangan menawar dibawah harga retribusi, itu poinnya. Masa operator ada yang menawar Rp3.000, retribusi saja Rp10.000,” kata Gunung.
Selain itu, kata Gunung, dalam posisi ini Jakpro mendapat penugusan dari pemerintah provinsi DKI Jakarta, sehingga Jakpro tidak mengejar untung, namun juga tidak boleh rugi karena status Jakpro yang merupakan BUMD. Keutungan yang diperoleh Jakpro dari sewa SJUT untuk menutupi pembayaran bunga bank.
Jakpro akan mengerjakan proyek SJUT sepanjang 500 Km dalam kurun waktu 1,5 tahun. Jakpro berencana memulai pembanguna pada awal 2020.
“Makanya kami membutuhkan data ini cepat, karena kami juga punya jaminan tingkat pelayanan (SLA) yang harus dibahas dengan Dinas Bina Marga,” kata Gunung.