Bisnis.com, JAKARTA – Kerugian dari peredaran ponsel black market (BM) atau ponsel ilegal di Indonesia ternyata cukup besar, mencapai Rp 2 triliun per tahun. Kerugian itu dari potensi pendapatan yang hilang karena ponsel BM tidak dikenai pajak.
Karena itu, hari ini Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menandatangani aturan registrasi nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) bersama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Aturan IMEI, kata Rudiantara, berpotensi memberikan pendapatan senilai Rp2 triliun per tahun. Aturan tingkat menteri ini menggunakan Sistem Basis Data IMEI Nasional (Sibina), yang berada di bawah Kemenperin untuk mengidentifikasi keabsahan nomor IMEI yang berada di dalam negeri.
“Untuk memastikan pendapatan negara tidak terganggu dari [sektor] ponsel,” kata Rudiantara saat penandatangan aturan IMEI di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Rencana aturan IMEI untuk mencegah peredaran ponsel ilegal atau black market sudah bergulir sejak beberapa bulan belakangan. Semula aturan IMEI akan ditandangani pada Agustus lalu, namun molor.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pada awal bulan ini meyakinkan bahwa sistem registrasi tersebut aman karena memiliki mekanisme yang jelas dan terlindungi enkripsi.
Pencatatan IMEI akan disertai dengan sejumlah data pendukung agar menghasilkan data yang unik, misalnya Mobile Station International Subscriber Directory Number (MSISDN) alias nomor ponsel.
Data pendamping tersebut berasal dari operator seluler dan dilindungi dengan enkripsi sehingga hanya pemilik data yang dapat membuka data tersebut. Operator seluler secara berkala akan memperbarui data itu dan mengirimnya ke Sibina.