Manajemen Otonom: Solusi Membeludaknya Arus Data Perusahaan Masa Kini

Rahmad Fauzan
Rabu, 24 Juli 2019 | 12:45 WIB
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Layanan on-premise sepertinya tidak ampuh lagi untuk menampung serta mengelola data sebuah perusahaan, yang menurut salah satu perusahaan penyedia solusi layanan database asal Amerika Serikat, Oracle, jumlahnya saat ini hampir 'tidak terukur'.

Namun, penggunaan istilah 'tidak terukur' itu mungkin terkesan berlebihan, meskipun pada kenyataannya jumlah data yang dikelola oleh suatu perusahaan memanglah sangat banyak.

Arief Rahardjo, VP of Technology, PT TIKI JNE, mengatakan saat ini JNE memiliki lebih dari 20 juta data transaksi, terhitung sejak Januari 2019 hingga Juni 2019. Bahkan, dalam situasi tertentu, semisal ada momen-momen besar, jumlah data transaksi bisa di atas 1 juta  dalam satu hari.

"Dan sebagai pihak yang menghubungkan pembeli, penjual, marketplace, pelanggan reguler lainnya, serta menyajikan informasi yang akurat, di mana banyak data yang dapat dijadikan informasi bermanfaat, maka besarnya jumlah data menjadi hal tantangan," ujarnya di dalam acara yang diselenggarakan Oracle di Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Besarnya volume data yang harus ditangani, kemudian menuntut korporasi untuk memiliki suatu sistem pengelolaan database yang mumpuni serta dapat diandalkan.

Dengan demikian, perusahaan-perusahaan di Indonesia pun mulai mengombinasikan layanan on-premise yang sudah diterapkan dengan sistem database yang terotomasi dan otonomi dan berisiko rendah.

Menurut Steve Daheb, Wakil Presiden Senior, Oracle Cloud, secara global saat ini terdapat 1.000 perusahaan yang menggunakan Autonomous Database, dan 4.000 kostumer lainnya yang sedang menguji coba layanan milik Oracle tersebut pada kuartal II/2019.

Sebagai gambaran, Autonomous Database memungkinkan perusahaan untuk membuat lingkungan data warehouse yang sesuai dengan kebutuhan dalam waktu kurang dari satu jam sehingga perusahaan dapat membuat laporan secara real time.

Namun demikian, tidak hanya perusahaan yang menggunakan layanan tersebut untuk mengelola data. Saat ini, Kementerian Keuangan juga tengah mengadopsi layanan yang sama untuk mendukung sistem aplikasi keuangan di tingkat instansi bernama SAKTI yang masih dikembangkan lembaga tersebut.

Saiful Islam, CIO, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, mengatakan pengadopsian Autonomous Database oleh Kemenkeu akan digunakan untuk mengelola data dari 300.000 pengguna aplikasi SAKTI yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Autonomous Database nantinya akan digunakan berdampingan dengan layanan on premise yang sudah diterapkan di Kemenkeu," ujar Saiful.

Tidak seperti di korporasi, lanjutnya, penerapan layanan database serta membangun suatu sistem di pemerintahan lebih sukar karena harus tunduk kepada regulasi.

Oleh karena itu, Kemenkeu pun melakukan pelatihan-pelatihan terkait dengan penerapan layanan berbasis komputasi awan tersebut, agar secara regulasi, layanan yang diadopsi memungkinkan untuk dimanfaatkan.

Sebagai lembaga pengelola keuangan negara, Kemenkeu dikatakan membutuhkan data terprediksi yang bisa dijadikan acuan, khususnya dalam pengelolaan APBN.

Sebagai contoh, dalam hal besaran pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menjadi basis dalam penyusunan APBN, Kemenkeu sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keuangan negara akan mengalokasikan data kepada setiap kementerian dan lembaga yang ada. Dari uang yang dialokasikan, lanjut Saiful, kemungkinan akan terjadi gap.

"Misalnya, spending Rp2.500 triliun, tapi pajak dan nonpajak yang bisa kami kumpulkan baru Rp2.200 triliun, yang berarti ada gap Rp300 triliun. Maka, bagaimana kita bisa menutupi gap tersebut? Maka, tidak ada salah salah kita melakukan peminjaman," ujarnya.

Dia melanjutkan, untuk menentukan besaran angka peminjaman dan kapan uang pinjaman dibutuhkan, maka Kemenkeu memerlukan dukungan dari layanan Autonomous Database. 

Bersamaan dengan pengadopsian layanan tersebut, Kemenkeu dikatakan juga  sedang menggodok sebuah sistem penerimaan uang negara pajak maupun bukan pajak yang setiap tahunnya diperkirakan akan diisi oleh sekitar 2 triliun data.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmad Fauzan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper